Selasa, 05 Mei 2015

Telpon Aku

T

"Aku tahu, pasti ada di sekitar sini."

Saya menjatuhkan tas berisi buku dan memeriksa saku jaket. Saat saya mengeluarkan semua isi jaket di meja, semua orang yang antri di belakang menggerutu. Saya melirik ke jam makan yang tersisa. Hanya tinggal tiga menit sebelum bel, dan hari itu adalah waktu terakhir untuk mengisi ulang kartu debet makan di kantin. Sekarang saya sedang melakukan itu, tetapi saya tidak bisa menemukan dompet saya. Orang yang antri mulai mengerumuni saya.

"Ayolah Cindy!" Darcy mengentakkan kakinya dan suaranya terdengar sudah tidak sabar. "Kita akan terlambat kembali ke kelas."

"Tunggu sebentar Darcy!" saya menyelinap balik. Walaupun sahabat baik, saya dan Darcy sering merasa frustrasi satu sama lain. Kami berbeda sekali. Darcy selalu mengalokasikan dana untuk mengisi penuh kartu debet makan-nya pada hari pertama saat masuk sekolah, sementara saya hampir lupa ... lagi.

"Darcy, dompetku tidak ada." Saya memasukkan lagi semua barang-barang ke dalam saku jaket. "Uang untuk membayar kartu debet makan ada di dalamnya."

"Seseorang pasti sudah mengambilnya," kata Darcy seperti biasa, sebagai jawaban yang cepat terhadap masalah ini.

"Oh, aku yakin hanya lupa dimana meletakkannya," saya berharap.

Kami bergegas masuk kelas pada bel kedua. Darcy berdiri sebagai penengah pada masalah ini dan dengan sukarela mengumumkan peristiwa kehilangan dompet saya. Sampai jam terakhir di kelas olah raga, saya lelah dan mulai berhenti untuk mengulangi penjelasan yang diulang-ulang, "Aku yakin, hanya meninggalkannya di rumah." Karena sudah terlambat untuk kembali ke ruang loker, saya segera menuju ke tempat lain dengan berlari untuk bergabung dengan team sepak bola kami.

Pertandingan hampir selesai dan team kami yang paling akhir kembali ke ruang loker. Darcy telah menunggu dengan tidak sabar, seperti biasanya.  Dia mencoba memberitahu tentang Juanita, seorang murid baru yang lokernya di seberang saya.

Saya membalik untuk membuka loker saya, "Darcy, aku tahu, aku tahu, kita harus pergi."

Ada yang memegang bahu saya, dan saya berbalik melihat Darcy, wajahnya memutih karena shock. Di kakinya tergeletak dompet saya.

"Dompetmu jatuh dari lokernya!" Darcy menunjuk Juanita. "Dia mencurinya."

Semua orang langsung menuduhnya.

"Anak baru itu mencurinya."

"Darcy menangkap basah pencuri itu."

"Aku tahu, ada yang aneh pada anak baru itu."

"Laporkan ke kepala sekolah."

Saya mengamati Juanita. Saya tidak begitu memperhatikan dia sebelumnya, kecuali julukannya sebagai 'anak baru.' Juanita memungut dompet itu dan memberikan pada saya. Tangannya bergetar. "Aku menemukannya di tempat parkir. Aku bermaksud memberikannya di ruang loker ini sebelum jam olah raga, tapi kamu datang terlambat."

Darcy melontarkan kata padanya, "Aku sangat yakin!"

"Benar, aku tidak bohong." Mata Juanita penuh dengan air mata.

Saya mengambil dompet itu kembali. Saya tidak tahu harus berpikir apa, tapi saat melihat tatapan mata Darcy, tuduhannya yang tidak beralasan membuat saya muak. Saya melihat kembali ke Juanita. Dia ketakutan, tapi terlihat jujur. Saya tahu, reputasinya terletak di tangan saya.

"Aku senang, kamu menemukannya," saya tersenyum. "Terima kasih Juanita."

Ketegangan segera mencair.

"Syukurlah, dia menemukannya," semua orang setuju kecuali Darcy.

Saya segera melanjutkan. "Ayo Darcy, masih ada waktu untuk mengisi kartu debet makan."

"Itu kalau uangmu masih ada di dompet."

"Jangan mulai lagi Darcy!"

"Kamu sangat naif!"

Tak lama kemudian kami sudah berdiri di tempat pembayaran dan membuka dompet saya.

"Semuanya masih utuh," saya merasa lega. Ada lipatan kertas yang terjatuh dari dalam dompet. Darcy membungkuk untuk mengambil dan memberikan pada saya. Saya buka untuk mengetahui isinya.

"Dia hanya tidak punya waktu untuk mengosongkan dompetmu," Darcy mengejek. "Aku tahu macam apa anak itu. Aku punya nomer telponnya saat pertama kali dia masuk ke sini."

"Bagus kalau kamu punya nomernya. Kita juga akan tahu sekarang."

"Itu cuma tinggal masalah waktu," Darcy gusar.

"Mungkin itulah masalahnya Darcy. Mungkin kamu terlalu sibuk memberi nomor pada semua orang."

Darcy mengambil kertas itu, membaca dan melemparkan kembali pada saya.

"Terserahlah!" katanya sambil menhentakkan kaki. Saya tahu ada perubahan yang terjadi setelah dia membaca tulisan di kertas itu.

Saya membaca tulisan di kertas itu sekali lagi.

---
Cindy,
Aku menemukan dompetmu di tempat parkir. Semoga tidak ada yang hilang.
Juanita.
PS. Nomer telponku 555-3218. Mungkin kamu bisa menelponku kalau ada waktu.
---

Dan itu yang kemudian saya lakukan.

(Oleh Cynthia M. Hamond)

* * * * *

Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa. (1 Petrus 4:8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar