Ini adalah yang ketiga kalinya di dalam karier
saya sebagai penegak hukum. Saya memarkir mobil di suatu tempat yang terpencil,
mematikan mesin dan radio panggil. Seperti biasa, saya melanjutkan meratapi
nasib seorang manusia yang paling kacau di dunia ini, yaitu diri saya sendiri.
Ayah adalah seorang pendeta. Jadi sepanjang
hidup, saya selalu mendengar tentang Tuhan dari orang tua saya. Saya teringat
peristiwa yang selalu menghantui saya, dengan hati yang kesal, saya berjalan
keluar dari gedung gereja tempat ayah melayani, sambil memaki-maki Tuhan,
dan meludahi gereja. Saya bersumpah bahwa seumur hidup, saya tidak akan
menjejakkan kaki lagi di gereja mana pun.
Saya berkata, "Kalaupun Tuhan itu ada,
saya tidak mau berurusan dengan-Nya." Bagi saya, Dia hanyalah Tuhan
dari segala kemiskinan, kekalahan, dan keputusasaan, dan sesungguhnya Dia
tidak pernah memedulikan saya. Yang Dia lakukan di dalam keluarga kami
hanyalah membuat ibu tetap sakit, dan membiarkan kami bangkrut karena harus
terus membayar tagihan dokter dan biaya rumah sakit.
Saat masih kecil, saya pernah diberi tahu
suatu alasan mengapa kakek begitu cepat dipanggil ke Surga, adalah karena
Tuhan sangat membutuhkan kakek di sana. Bukankah ini Tuhan yang mementingkan
diri-Nya sendiri? Pikir saya. Apakah Dia tidak berpikir bahwa masih ada
anak-anak dan cucu-cucunya yang sangat menyayangi kakek di bumi? Hati saya
semakin benci kepada Tuhan.
Sejak kecil, saya selalu memimpikan bahwa
suatu saat kelak saya akan menjadi seorang penegak hukum. Akhirnya, mimpi
itu terwujud. Namun, kebencian saya pada Tuhan terus mengikuti saya, menyatu
pada seragam, lencana, dan pistol saya. Kebencian itu memengaruhi dan memuncak
hingga ke sekitar saya, pada orang-orang, terutama saya lampiaskan untuk
menindak pelaku kriminal.
Keseharian saya sebenarnya penuh dengan ketakutan,
meskipun saya tidak pernah membicarakannya dengan orang lain. Walaupun
saya membenci Tuhan, namun ada suara-suara dalam hati saya yang mengatakan
bahwa yang saya lakukan adalah salah. Dan, perbuatan saya ini bisa menyeret
saya ke neraka, bukan hanya saya sendiri, namun juga menyeret seluruh keluarga
saya.
Setiap ada panggilan radio untuk sebuah tugas,
saya tahu, ini mungkin adalah hal terakhir yang saya lakukan. Karena hidup
saya bisa berakhir di tangan seorang maniak dengan senapannya, ataupun
seorang anak kecil yang ketakutan dengan pistol di tangannya. Dan, itulah
saatnya saya harus menanggung semua ini di neraka.
Walaupun begitu, saya tidak punya pilihan,
saya tetap melanjutkan hidup saya yang tanpa sukacita dan harapan ini.
Kebiasaan saya minum-minuman keras bertambah parah, bahkan saya mulai sering
mencampurnya dengan obat-obatan terlarang. Pertengkaran besar dengan istri
menjadi hal yang biasa terjadi setiap hari. Dan, saya mulai sering membicarakan
tentang bunuh diri. Saya selalu mengambil garis depan dalam tugas, berharap
saya bisa terbunuh dalam tugas sehingga keluarga saya bisa mendapatkan
asuransi dan terbebas dari diri saya yang kacau ini.
Suara itu semakin lama semakin kuat dalam
kepala saya dan berkata, "James, kau telah mengacaukan hidupmu, dan
hanya ada satu jalan keluar untuk mengakhirinya. Engkau harus mati, engkau
harus bunuh diri."
"Nah, sekaranglah waktunya," saya
berkata dalam hati. Di tempat yang sepi ini, saya mematikan mesin mobil,
mematikan radio panggil, dan mengambil pistol saya.
Saya memejamkan mata, mengucapkan selamat
tinggal pada kehidupan saya yang menyedihkan, kemudian menarik pelatuknya.
Klik!
Saya memeriksa pistol itu, memasukkan peluru,
merenung sambil memandangi pistol Magnum 357 yang telah menemani tugas-tugas
saya, dan tidak pernah mengecewakan. Kemudian, saya mengokang pistol itu
dan memasukkan ke dalam mulut saya.
Saya memejamkan mata, mengucapkan selamat
tinggal pada kehidupan saya yang menyedihkan, kemudian menarik pelatuknya.
Klik! Pistol itu tidak meledak! Saya ulangi berkali-kali, klik, klik, klik
..., tetap tidak meledak!
Saya bingung, apa yang terjadi dengan pistol
saya, apakah pistol itu rusak? Kemudian, saya arahkan pistol itu keluar
jendela dan menembakkannya, dan pistol itu meledak! Gema dari ledakannya
membuat kepala saya sakit dan ingin segera mengakhiri hidup.
Kali ini, saya mengarahkan pistol itu ke
dahi saya, dan menarik pelatuknya. Kembali, pistol itu macet dan tidak
dapat ditembakkan! Saya memeriksa amunisinya dan mencoba menembakkannya
sekali lagi, dan pistol itu meledak di luar jendela sekali lagi dengan
suara yang membahana. Saya bingung, apa yang terjadi.
Lalu, saya meninggalkan tempat sepi itu,
khawatir ada orang yang mendengar suara tembakan yang berasal dari pistol
saya dan melaporkannya ke kantor.
Kemudian, saya kembali ke kantor dan membawa
pistol itu ke bagian amunisi dan persenjataan untuk diperiksa, namun setelah
mereka periksa, pistol saya dinyatakan dalam kondisi yang terawat baik
dan tidak rusak.
Karena kejadian itu, saya berpikir keadaan
seterusnya akan menjadi baik-baik saja. Saya berpikir itu merupakan sebuah
kebetulan yang baik, mungkin selanjutnya banyak keberuntungan yang baik
akan terjadi. Akan tetapi, ternyata saya salah.
Ketergantungan saya pada alkohol semakin
berat, setidaknya saya menghabiskan satu botol whisky setiap harinya. Dan,
tiga jam tanpa minum alkohol merupakan hal yang mustahil bagi saya.
Suara-suara di kepala saya menjadi semakin
keras, "James, kamu harus mati!" Suatu hari, saya menjawab suara
itu, "Akan tetapi, saya mencintai istri dan anak-anak, saya tidak
mau mereka hidup dengan kenyataan bahwa ayahnya bunuh diri." Suara
itu menjawab, "Itu mudah, bawa mereka bersamamu." Suara itu bahkan
mengajarkan bagaimana membunuh mereka dan setelah itu, membunuh diri saya
sendiri. Akan tetapi, rencana itu selalu gagal karena anak-anak dan istri
saya terlalu takut untuk melihat saya. Mereka semua pergi bersembunyi saat
saya tiba di rumah.
Suara itu mengatakan agar saya melupakan
saja keluarga, dan lebih baik membunuh diri sendiri karena saya harus mati.
Suatu sore, saya kembali lagi ke tempat di mana saya pertama kali melakukan
percobaan bunuh diri. Sekali lagi, saya mengarahkan pistol Magnum 357 saya
dan menarik pelatuknya. Dan, klik! Pistol itu tidak meledak.
Bagaimana mungkin dua kali berturut-turut
saya mencoba bunuh diri, tapi tidak berhasil? Ini bukan lagi sebuah kebetulan.
Saya pikir Tuhan pasti begitu membenci saya, sehingga bahkan di neraka
pun Dia tidak mau menerima saya. Dia ingin terus menyiksa saya dan tidak
mau saya mengakhiri siksaan hidup ini.
Saat itu, saya tidak tahu bahwa sebenarnya
orang tua saya terus berdoa bagi saya setiap hari. Tuhan mendengar doa
orang tua saya, dan saya tidak tahu bahwa Dia punya rencana yang indah
atas hidup saya.
Percobaan bunuh diri yang gagal dua kali
itu terjawab. Ketika istri saya menerima Tuhan Yesus, ia seperti dilahirkan
kembali. Saya bisa melihatnya, saya bisa merasakannya, dia kini selalu
tersenyum saat melihat saya. Sebelumnya, dia tidak pernah tersenyum pada
saya. Padahal, saat itu kami sedang dalam proses perceraian, namun dia
membatalkannya. Saat saya ingin memulai perkelahian dengan mengucapkan
kata-kata kasar padanya, dia memandang saya dengan kasih, dan berkata,
"James aku mencintaimu." Dengan tenang, ia berlalu meninggalkan
saya dalam kebingungan dan saya hanya bisa terdiam.
Saya terkejut akan perubahan istri saya.
Dan, itu mendatangkan pengaruh besar dalam perubahan hidup saya. Istri
saya seperti menemukan sukacita, hidup, dan jalan keluar dari semua masalahnya.
Meski saya selalu menjadi sumber penderitaannya, hal itu sepertinya tidak
berpengaruh lagi padanya karena sukacita dan damai yang ada di dalam hatinya
mengalahkan semua itu. Saya ingin mengetahui apa penyebabnya. Akan tetapi,
saya tidak berani menanyakannya.
Saya memunyai teman-teman sesama polisi yang
dengan mereka saya bergaul. Anehnya, akhir-akhir ini mereka tidak mau lagi
minum-minum bersama saya dan tidak mau lagi mendengarkan humor-humor jorok
saya. Saya ditinggalkan sendirian. Tidak lama kemudian, saya mengetahui
bahwa ternyata mereka telah memiliki pergaulan baru, yang bernama FGBMFI.
Mereka justru mengundang saya untuk makan malam bersama. Saya menerimanya
dan mengikuti acara makan malam yang diadakan di sebuah restoran. Akan
tetapi, saat mengikuti acara itu, saya merasa dijebak dan saya sangat marah
karenanya. Saya memaki-maki teman saya dan juga istri saya yang ikut dalam
acara itu. Akhirnya, setelah marah-marah, saya bisa tenang sebentar. Saya
berkata dalam hati, "Oke, kali ini saya ikuti permainan konyol kalian,
saya ingin lihat sampai di mana permainan ini berakhir."
Pembicara malam itu adalah seorang pebisnis
yang bersaksi bagaimana ajaibnya Tuhan bekerja di dalam kehidupannya. Satu
ucapannya yang tidak pernah bisa saya lupa adalah: "Sekalipun tidak
ada neraka untuk ditakuti atau tidak ada surga untuk dikejar, saya akan
tetap menjadi seorang Kristen karena menjadi Kristen sangatlah menyenangkan."
Saya tidak bisa tidur karena memikirkan kata-kata
itu. Saya dibesarkan di lingkungan gereja, dan sepanjang pengetahuan saya,
orang-orang datang ke gereja dengan penuh permasalahan dan minta didoakan.
Namun, yang Pendeta katakan hanyalah bersabar dan bertahanlah. Hal itu
membuat saya berpikir bahwa menjadi orang Kristen adalah sama dengan melekatkan
diri pada penderitaan, dan harus terus bersabar serta bertahan dengan penderitaan
itu. Akan tetapi, saat ini saya tidak melihat penderitaan itu ada di wajah
istri dan teman-teman saya. Yang saya lihat, mereka sangat "senang"
menjadi Kristen. Mereka tidak terlihat sedang "bertahan dan bersabar
sampai nanti".
Sekarang, saya kembali lagi ke tempat di
mana saya sudah berulang kali mencoba bunuh diri. Saya mematikan mesin,
mematikan radio panggil, mengeluarkan pistol, memandangnya cukup lama,
dan memasukkan kembali pistol itu ke dalam sarungnya. Hari itu adalah minggu
pertama di bulan Juni tahun 1970, pukul 9.45 pagi.
Di situ, saya menangis sejadi-jadinya dan
berseru, "Tuhan, aku lelah hidup dalam neraka ini. Aku minta ampun
atas dosa-dosaku. Aku siap memulai lembar baru dalam kehidupanku, dan berjanji
semua hal salah yang telah aku lakukan akan aku ubah menjadi hal-hal baik
sepanjang sisa hidupku ini. Tuhan Yesus..., maukah Engkau datang dalam
hidupku?" Saat itu, tiba-tiba ada sebuah perasaan hangat luar biasa
memenuhi seluruh tubuh saya. Saya terus menangis saat merasakan sebuah
sukacita yang telah lama saya nantikan, kini muncul dalam hati saya. Sebuah
damai yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya memenuhi dan menghangatkan
hati saya. Saat itu juga, saya dilahirkan baru.
Setelah hari itu, semuanya berubah. Perkawinan
kami dipulihkan, keinginan untuk merokok dan alkohol mendadak hilang. Bahkan,
saya mendoakan penjahat yang saya tangkap dan banyak dari mereka yang bertobat.
Saya bahkan pernah mendoakan seseorang yang terperangkap dalam mobilnya
akibat kecelakaan. Menurut tim penyelamat, satu-satunya cara menyelamatkannya
adalah dengan memotong bagian tubuhnya yang terjepit dan kemudian mengeluarkannya.
Kemudian, saya berdoa dengan orang itu. Selesai berdoa, saya meminta tim
penyelamat mencoba mengeluarkannya lagi tanpa memotong tubuhnya, dan mereka
berhasil. Korban kecelakaan itu berhasil diselamatkan tanpa perlu ada bagian
tubuhnya yang dipotong.
Di kemudian hari, Tuhan memanggil saya untuk
melayani-Nya sepenuh waktu, dan Dia benar-benar menyediakan apa pun yang
kami perlukan dalam kehidupan rumah tangga kami. Sebelumnya, saya sempat
bertugas menjadi pengawal pribadi Gubernur Jimmy Carter. Dalam tugas itu,
saya berkesempatan berbagi dengan Gubernur tentang kesaksian hidup saya,
bagaimana Tuhan mengubahkan dan menolong saya secara luar biasa. Saya percaya
kisah saya itu banyak memengaruhi beliau dan keputusan-keputusannya mengantarnya
ke kursi Presiden. Begitulah kesaksian hidup saya, bagaimana Tuhan yang
saya dengar dari sebuah pertemuan FGBMFI menyelamatkan saya dan rumah tangga
saya. Sekarang, saya selalu berkata, "Sekalipun tidak ada neraka untuk
ditakuti atau surga untuk dikejar, saya akan tetap menjadi orang Kristen
karena menjadi orang Kristen itu menyenangkan dan penuh sukacita di dalam
Yesus Kristus.
(Diambil dan disunting dari:/Judul majalah:
SUARA edisi 79 -- FGBMFI, 2005/Penerjemah: Lucky Mamusung/Penerbit: Communication
Department - Full Gospel Business Men`s Fellowship Internasional - Indonesia,
Jakarta/Halaman: 20-23/i-kan-kisah)
* * * * *
Damai sejahtera KUtinggalkan
bagimu. Damai sejahtera-KU KUberikan kepadamu, dan apa yang KUberikan tidak
seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar
hatimu. (Yohanes 14:27)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar