Dari
antara masalah-masalah yang kita hadapi dan hari ke hari hanya sedikit
saja yang lebih mampu untuk menjatuhkan semangat atau membuat kita putus
asa dibandingkan dengan masalah rasa kurang harga diri atau dengan
istilah dewasa ini, kompleks inferioritas. Banyak cara untuk membantu
mengatasi masalah ini, bagaimana penyesuaian dengan teman dan bagaimana
pengaruh dari orang lain, semua itu sebenarnya hanya mencoba untuk
memberi paham bagaimana mengatasi perasaan kurang menghargai diri atau
rendah diri, kecanggungan-kecanggungan, ketakutan-ketakutan akan
kegagalan, ketakutan kalau berhadapan dengan orang tak dikenal, rasa
malu yang menghambat kalau harus tampil di muka umum.
Kita
bergumul dengan masalah ini karena kita didorong untuk menjadi
saksi-saksi Kristus. Bagaimana mungkin kita dapat memberikan kesaksian
kita akan Kristus bila kita sendiri takut untuk menghadapi orang serta
takut gagal? Kita sering dicengkeram oleh kekurangan-kekurangan yang ada
pada diri kita dan ketidaksanggupan diri sehingga tak dapat berbuat
apa-apa.
Biasanya
manusia paling pantang mengakui bahwa ia rendah diri, sebab ia ingin
memberi kesan bahwa ia adalah orang yang yakin akan dirinya serta
sanggup untuk menghadapi setiap keadaan. Namun kalau kita jujur, maka
sebenarnya kebanyakan dan kita harus mengakui bahwa kita juga menghadapi
masalah ini.
Pernahkah
Anda ketika tampil berbicara di hadapan orang, merasa seluruh badan
Anda kaku dan janggal, bahkan sampai mengeluarkan keringat dingin atau
mendapati tangan Anda basah oleh keringat? Itu adalah salah satu
pertanda bahwa rasa harga diri Anda kurang. Atau mungkin Anda adalah
seorang yang cermat sekali dalam memilih pakaian dan merapikan pakaian
yang Anda kenakan hanya untuk memberikan kesan yang baik dan tepat
kepada orang. Justru kecermatan itu datangnya dari keinginan kita untuk
diperhatikan karena kita merasa kurang harga diri.
Yeremia
adalah suatu titik tolak yang cocok sebab dalam percakapannya dengan
Allah, kelihatan sekali rasa harga diri yang kurang yang ada pada
dirinya. Yeremia begitu ketakutan menghadapi orang lain, tetapi Allah
menguatkannya dengan berkata, "Jangan takut pada mereka." Yeremia merasa
dirinya begitu tidak sanggup atau tidak mampu serta merasa malu pada
saat Allah memilih dia untuk pekerjaan nabiNya. Yeremia tahu dan sadar
siapa dan apa yang akan dihadapinya dan ia juga mengingat kedudukan
mereka yang superior itu, tetapi Allah langsung menyentuh akar
persoalannya dengan mengatakan, “Jangan takut pada mereka.”
Yeremia
sekali-kali tidak menginginkan jabatan itu dan tidak pernah
mempersiapkan diri untuk itu, namun Allah malahan menunjuk dia untuk
menghadapi para tua-tua Israel untuk mengingatkan mereka akan bencana
yang mengancam akibat dan kemurtadan dan kemerosotan akhlak Israel pada
waktu itu. Yeremia menjawab, ”Oh, Tuhan Allah, sesungguhnya aku tidak
pandai berbicara, sebab aku masih muda.”
Secara
manusiawi, tanggung jawab itu memang merupakan suatu tanggung jawab
yang terlalu berat untuk dibebankan kepada seorang pemuda, namun Yeremia
tidak melihat siapa yang mengutusnya, tetapi ia melihat siapa yang akan
dihadapinya. Ia membayangkan apa yang harus dikatakannya pada saat
menghadapi orang-orang itu, maka serta-merta mengatakan, ”Aku tak bisa
pergi, aku tak sanggup, aku tak mampu karena aku masih muda.” Allah
membantu dia untuk menghilangkan rasa rendah diri itu dengan mengatakan,
"Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau.”
Allah
membantu Yeremia dan membuat dia percaya diri dengan meyakinkan dia
agar tidak takut berbicara pada mereka. “Aku menaruh
perkataan-perkataanKu ke dalam mulutmu,” Sabda Allah.
Yeremia
jelas-jelas di sini sebenarnya tidak takut pada apa yang akan mereka
lakukan kepadanya, namun ia justru takut memikirkan apa yang akan
dikatakan mereka kepadanya. Tidak ada yang lebih membekukan dan
mematikan pelayanan daripada ketakutan akan "apa yang akan orang
katakan". Mengapa kita selalu hati-hati dengan apa yang akan dikatakan
orang? Karena kita merasa rendah dan kita takut kalau menjadi semakin
kecil. Kita sering berdalih untuk tidak melakukan sesuatu yang dapat
membuat orang lain menganggap diri kita rendah.
Demikianlah
rasa rendah diri yang datang pada Yeremia, sebab ia takut pada apa yang
akan dihadapi karena ia merasa dirinya masih muda. Bagaimana kita dapat
mengatasi masalah kurang menghargai diri ini? Banyak dari kita
menderita rasa harga diri rendah karena terlalu sibuk dengan diri
sendiri. Bila kita ingin mengatasi hal ini, maka kita harus berhenti
untuk terus-menerus menghiraukan dan menguatirkan diri sendiri, membuat
diri sendiri sebagai pusat perhatian. Sebenarnya letak persoalannya
sederhana saja, akar dan persoalannya yaitu ke dalam, ke-aku-an kita
sendiri. Seluruh kehidupan kita berkisar ke ‘aku’.
Kita
ingin menimbulkan kesan "Bagaimana supaya kita menonjol dan menjadi
seorang yang hebat." Karena itu, tanpa kita sadari kita bersikap, “Kalau
saya melakukan hal ini, apa yang akan dipikirkan orang?” atau, “Kalau
saya katakan ini, apa yang akan dikatakan orang?” Sehari-hari
tindak-tanduknya hanya berputar kepada diri sendiri.
Suatu
hal yang praktis ialah bahwa kita bukan saja harus meninggalkan
keasyikan pada diri sendiri, namun kita juga tidak boleh bersembunyi di
balik ketakutan-ketakutan dan berbagai alasan lain untuk membenarkan
diri. Tetapi kita harus percaya bahwa Allah akan mengaruniakan
kemenangan-kemenangan yang telah dijanjikanNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar