Titus 2:14, Roma 14:9, 2 Korintus 5:15, 1 Tesalonika 5:10
oleh Pendeta Eric Chang
Hari ini
saya akan membahas tentang mengapa Kristus harus mati. Mengapa Yesus
memberikan dirinya kepada kita? Anda mungkin akan segera berkata, "Mudah
saja. Saya tahu jawabannya. Yesus mati untuk menyelamatkan kita." Saya
tidak ingin jawaban yang sederhana untuk persoalan yang sangat penting
ini. Benar, memang benar Yesus mati untuk menyelamatkan kita, tetapi itu
hanya sebagian dari kebenaran. Kita ingin tahu jawaban lengkapnya. Atau,
Anda mungkin berkata, "Kristus mati karena dia mengasihi kita!" Kita
memang sering mendengarkan jawaban ini juga. Apakah ini salah? Jawaban
ini benar juga, tetapi juga masih belum kebenaran yang seluruhnya.
Saat kita
berkata bahwa Yesus mati untuk menyelamatkan kita, pertanyaan lain yang
muncul adalah mengapa dia ingin menyelamatkan kita? Jika kita katakan
bahwa dia ingin menyelamatkan kita karena memang sudah watak-nya yang
mengasihi, dan tidak ada niat lain selain kasih, itu berarti kita masih
belum memahami jawaban yang alkitabiah.
Mewujudkan
tujuan dari kematian Yesus bukan hanya dengan menangisi kematiannya
Jangan
hanya menerima jawaban saya. Tugas saya adalah menguraikan apa yang
dikatakan oleh Allah. Jadi, mengapa Yesus mati? Apa rencana kekal Allah?
Apakah Dia mempunyai suatu tujuan? Jika kita berkata bahwa Yesus mati
karena mengasihi kita, yang sedang kita gambarkan sebenarnya adalah
niatnya atau hal yang mendorongnya. Akan tetapi jawaban itu tidak
menjelaskan untuk apa dia mati. Jika saya bertanya, "Mengapa dia mati?"
yang sedang ditanyakan bukanlah motivasinya atau hal yang mendorong dia
untuk melakukan itu. Yang sedang saya tanyakan adalah apa rencana kekal
Allah? Apa rencana kekal itu memang ada?
Jadi,
pertanyaan tentang motivasi kematian-nya berbeda dengan tujuannya.
Kasihnyalah yang memotivasinya. Apakah ia mempunyai tujuan lain selain
dari kasihnya kepada kita?
Saat saya
berbicara tentang salib nanti, saya tidak akan mencoba untuk
menggambarkan bagaimana mereka menancapkan paku ke tangan dan kakinya,
tentang bagaimana rasa sakit dan penderitaannya akibat semua ini. Semua
itu saya serahkan kepada Anda untuk merenungkannya sendiri, karena
penderitaan jasmani bukanlah pokok yang utama. Dan jika saya ingin
berbicara tentang penderitaan rohani, saya tidak bisa menggambarkannya
karena saya sendiri tidak memahaminya!
Siapa di
antara kita yang bisa memahami penderitaan rohani Kristus? Kita tidak
berada dalam posisi mampu memahaminya karena kita ini sangat tidak peka
terhadap dosa. Dosa tidak membuat kita merasa risih. Lalu, bagaimana
kita bisa memahami orang yang merasa risih dengan dosa? Yang hatinya
hancur melihat dosa? Kita tidak bisa memahaminya!
Sebagai
contoh, jika Anda bertumbuh dengan kebiasaan hidup bersih, Anda tidak
akan dapat memahami perilaku anak-anak yang senang bermain di lumpur.
Sangat menyenangkan buat dia saat melumuri wajahnya dengan lumpur. Tapi
bagi Anda itu sangat jorok. Akan tetapi dia tidak merasa bahwa itu
jorok. Anda berbicara dalam bahasa yang tidak dipahaminya karena anak
itu tidak merasa bahwa hal ini menjijikkan. Dia tidak mengerti apa yang
Anda bicarakan. Bagi dia, "Ini menyenangkan! Senang sekali bisa bermain
dengan lumpur." Begitu juga Anda mungkin berkata, "Asyik sekali berbuat
dosa. Sangat menyenangkan." Lalu ada orang lain yang begitu peka dengan
dosa dan meratapi dosa, tapi Anda berkata, "Aku tidak mengerti." Itulah
persoalannya, kita tidak peka dengan dosa.
Jadi, saya
tidak akan mencoba untuk memahami apa yang diderita oleh Yesus di kayu
salib, karena jika kita belum mencapai kepekaan rohani seperti dia - dan
itu perlu waktu yang sangat lama - maka kita tidak akan mungkin bisa
memahami hal ini.
Sampai pada
batas tertentu, kita masih bisa memahami arti kepedihan. Akan tetapi,
tetap saja kita masih belum bisa memahami penderitaan di kayu salib.
Pokok yang utama bukanlah pada masalah penderitaan jasmani. Lagi pula,
Yesus bukanlah satu-satunya orang yang pernah disalibkan oleh penguasa
Romawi. Seperti yang Anda ketahui, ada ribuan orang yang pernah
disalibkan oleh pihak Roma, mungkin malah puluhan ribu. Di dalam
pemberontakan Spartakus, misalnya, di jalan yang menanjak ke arah kota
Roma berjajar kayu salib. Penyaliban dialami oleh banyak orang pada
zaman itu. Jadi, jika penderitaan jasmani yang dialami oleh Yesus yang
membuat kita meneteskan air mata, lalu bagaimana dengan penderitaan
orang lain yang mengalami penyaliban juga? Mestinya kita harus meratapi
mereka juga. Penderitaan jasmani bukanlah pokok yang utama.
Yang utama
adalah penderitaan rohaninya, dan ini justru tidak kita pahami. Itu
sebabnya dia pergi ke taman Getsemani, ke tempat yang maha kudus dan
tidak bisa kita ikuti, karena kita tidak memahaminya. Sekarang ini,
orang tidak peka terhadap dosa. Bahkan orang Kristen juga tidak peka
terhadap dosa. Sangatlah menyedihkan melihat betapa mereka mampu melukai
hati orang lain, betapa orang Kristen bisa menjadi sangat tidak
berperasaan, sangat tidak ramah, bejat, pesimis - Anda bisa tambahkan
sendiri daftar panjang dosa orang Kristen. Secara rohani, orang Kristen
benar-benar sangat jauh dari Tuhan. Bagaimana bisa mereka mengerti apa
yang ditanggung oleh Yesus? Bagaimana saya, yang secara rohani tidak
peka ini, bisa memahaminya? Saya memang sedih melihat dosa, akan tetapi
kesedihan itu masih terlalu jauh dari kesedihan yang diderita oleh
Tuhan. Jadi, bagaimana saya bisa kita memahami penderitaan rohaninya di
atas kayu salib?
Karena saya
tak mampu mendalami kepedihan atau penderitaannya, maka yang bisa saya
lakukan hanyalah mengajukan pertanyaan yang lebih mendasar, untuk apa
dia melakukan itu semua? Apakah yang menjadi tujuannya? Apakah yang
menjadi rencana kekal Allah dalam mengutus Yesus untuk mati? Apakah
Allah punya rencana kekal itu? Dan jika memang demikian, apakah itu?
Dan dengan
kasih karunia dan kuasanya, jika kita bisa mendapatkan gambaran tentang
tujuannya maka setidaknya kita saya berusaha agar tujuan dari
kematiannya itu dapat terwujud di dalam hidup kita. Demikianlah, kita
beralih dari urusan pemahaman emosional akan kematian Yesus, menuju
kepada definisi aktif yang nyata tentang tujuan dari tindakan itu. Dan
saya yakin bahwa hal ini akan lebih menyenangkan hati Tuhan. Jadi
sekarang ini, tujuan kita adalah untuk mengetahui untuk apa Yesus
melakukan hal itu? Dan bagaimana saya bisa, dengan kasih karunia Allah,
mewujudkan tujuan itu di dalam hidup saya?
Apa yang
ingin dicapai oleh Allah lewat kematian Yesus
Untuk
mewujudkan hal ini, saya akan bagikan empat kutipan dari Alkitab dari
tulisan Rasul Paulus. Jika Anda bertanya kepada rasul Paulus, "Paulus,
apakah tujuan Allah di dalam kematian Yesus bagi saya? Apakah rencana
kekal yang ada di balik hal ini? Hal apakah yang ingin dia capai?" Biar
Paulus langsung yang berbicara kepada Anda lewat keempat kutipan ini
1. Titus 2:14 - Yesus mati demi visinya
· Yesus mati
dengan sukarela bagi kita
Pertama-tama, saya akan mengambil dari Titus 2:14, surat Paulus kepada
Titus, rekan sekerja dan murid yang dia latih di dalam pekerjaan Tuhan.
Agar tetap pada konteksnya, kita akan membaca dari ayat 11. Dan inilah
yang Paulus katakan:
Karena
kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia
mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina
duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam
dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang
penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan
Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi
kita (untuk apa?) untuk membebaskan kita dari segala kejahatan
dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri,
yang rajin berbuat baik.
Jangan
hanya berhenti membaca di 'telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk
membebaskan kita' - kita tidak boleh berhenti di sini, karena
berhenti di sini berarti tidak jujur pada keseluruhan jawaban. Yang
telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari
segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat,
kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.
Inilah
jawaban Paulus. Perhatikanlah kata-kata yang telah menyerahkan
diri-Nya. Jangan pernah berpikir bahwa nyawa Yesus direnggut oleh
Bapa lalu dia disalibkan. Yesus sendiri yang menyerahkan dirinya! Yesus
dengan sukarela pergi ke kayu salib. Atas keputusan dan niatnya sendiri
dia mengorbankan nyawanya bagi kita. Tak ada tekanan yang memaksa dia
melakukan hal ini. Hal ini harus kita tegaskan, karena ada beberapa dari
antara kita yang memiliki penilaian bahwa Yesus adalah korban tidak
berdaya yang diserahkan ke kayu salib, di mana dia tidak berkuasa untuk
menolak hal itu, karena Allah menghendaki agar dia disalibkan. Kita
tidak boleh punya kesan seperti ini. Yesus dalam kebebasannya dan dengan
sukacita memberikan dirinya. Dia bukanlah korban, Dia sendiri yang
menyerahkan dirinya.
· Yesus mati
untuk membebaskan kita dari cara hidup kita yang jahat
Pokok yang
berikutnya adalah, mengapa dia menyerahkan dirinya? Dia menyerahkan
dirinya untuk menebus kita. Kata 'menebus (redeem) adalah kata
yang dipakai dalam arti setting free (membebaskan) seorang budak,
menebus seorang budak agar merdeka. Kita tidak lagi memakai kata ini
secara harfiah di zaman modern. Akan tetapi, pada zaman dulu, kata ini
lazim digunakan. Setiap kali Anda ingin membeli seorang budak, Anda
membelinya dari orang lain. Kata ini secara harfiah berarti 'menebus'
seseorang. Yaitu membebaskan dia dengan cara membayar uang
pembebasannya. Dalam hal ini, harganya adalah darah Yesus.
Demikianlah
kata rasul Petrus di dalam 1 Petrus 1:18-19: Sebab kamu tahu, bahwa
kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari
nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan
perak atau emas (orang pada zaman dulu biasanya membeli budak dengan
emas dan perak), melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah
Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak
bercacat (di sini dia kembali pada istilah-istilah tentang korban
persembahan).
Ayat di
atas sama seperti kutipan selanjutnya (Titus 2:11-14) mencerminkan
bahasa Perjanjian Lama. Menebus kita dari apa? Menebus kita dari
segala kejahatan. Kata 'kejahatan' ini dalam bahasa aslinya
menggunakan kata 'pelanggaran (lawlessness). Kata 'pelanggaran'
ini dipakai karena memang ada alasannya. Dosa, seperti yang dikatakan
oleh rasul Yohanes kepada kita di dalam 1 Yoh 3:4 pada dasarnya adalah
pelanggaran; suatu penolakan terhadap hukum Allah, yang berarti suatu
penolakan terhadap kedaulatan Allah. Sekarang Anda bisa melihat mengapa
hal ini menjadi tema utama dalam pemberitaan Tuhan sendiri - yaitu
kerajaan [kedaulatan] Allah. Saat kita belum mengenal Kristus, kita
mengerjakan kehendak kita sendiri, kita hidup semau kita sendiri. Kita
tidak mau peduli dengan isi hati orang lain, apa lagi isi hati Allah
terhadap kita. Karena itu, kita tidak peduli apakah Dia ada atau tidak,
apa lagi dengan kedaulatan-Nya. Ini adalah penolakan terhadap
pemerintahan Allah di dalam hidup kita.
Kita tidak
peduli dengan Sepuluh Perintah Tuhan atau perintah-perintah lainnya yang
berkaitan dengan hal itu. Kita hanya mau melakukan apa yang kita
senangi. Begitulah cara hidup kita. Yesus menebus kita dari cara hidup
yang demikian. Penebusan ini tidak sekadar dalam segi hukumnya. Sangat
sering, ditekankan bahwa penebusan itu seolah-olah hanya sekadar untuk
mencabut status bersalah kita. Tidak, kita ditebus dari segenap cara
hidup kita, cara hidup yang digambarkan sebagai melanggar hukum itu.
Bukankah
hidup kita memang seperti itu? Tentu saja, masa-masa ketika kita belum
mengenal Kristus kita hidup dalam pelanggaran. Hukum Allah tidak berarti
apa-apa bagi kita. Allah tidak berarti apa-apa bagi kita. Kita tidak
peduli pada firman Allah, atau pada isi Alkitab, atau pada gereja, dan
oleh karena itu, kita juga tidak peduli pada orang lain. Kita menegakkan
aturan pribadi kita masing-masing. Seandainya kita bisa menghindari
hukum buatan manusia, kita juga akan menolak hukum buatan manusia. Kita
ingin menegakkan aturan pribadi kita sendiri. Akan tetapi Kristus
menebus kita dari segala kejahatan; baik dari kejahatan yang
berupa pelanggaran dalam bentuk cara hidup maupun hasil dari cara hidup
yang jahat itu
· Yesus mati
untuk menguduskan bagi dirinya umat kepunyaannya sendiri
Rasul
Paulus melanjutkan dengan berkata Kristus menyerahkan dirinya untuk
menebus kita dari cara hidup lama kita yang berada dalam pelanggaran
untuk menguduskan bagi diri-Nya umat-Nya. Perhatikan kata
menguduskan baginya. Kristus tidak menyelamatkan kita
semata-mata demi kepentingan kita saja, yakni agar kita diselamatkan dan
mendapatkan tempat di surga. Cara pemberitaan seperti ini sangatlah
berpusat kepada manusia. Allah melakukan segala sesuatu demi manusia.
Lalu apa yang pernah dilakukan oleh manusia demi Allah? Ini bukan ajaran
yang alkitabiah. Dia mati untuk membebaskan kita dari segala
kejahatan dan untuk menguduskan, apakah ini demi kita? Tidak, tetapi
untuk suatu umat bagi dirinya. Sekarang kita mulai melihat bahwa Yesus
mati untuk tujuan yang sangat khusus, dia mati demi menguduskan bagi
diri-Nya suatu umat. Indah sekali!
Perhatikan
kata 'menguduskan', kata ini dalam bahasa Yunaninya secara harfiah
berarti membersihkan, membuat bersih. Kata yang jamak dipakai dalam
pengertian membersihkan sesuatu. Menguduskan, membuat bersih - bersih
dari segala yang menjijikkan, dari segala lumpur, dari segala kotoran.
Dan dia melakukan ini karena dia menginginkan satu umat miliknya
pribadi. Ah, sekarang saya mulai mengerti lebih jauh lagi tentang
kematian-Nya. Dia menginginkan suatu umat yang bersih, murni, kudus buat
diri-Nya. Ayat itu berlanjut dengan: menguduskan bagi diri-Nya suatu
umat, kepunyaan-Nya sendiri. Oh, sungguh indah, kita menjadi
miliknya, kita menjadi miliknya pribadi. Dan saya akan menggambarkan
konsekuensi dari hal ini sesaat lagi.
· Yesus mati
bagi jemaat agar jemaat menjadi terang di dunia ini
Namun
pertama-tama, ada satu hal yang perlu ditegaskan. Saat ketika Yesus
tergantung di kayu salib, pada hari Jumat siang di bukit Kalvari. Dan
dia menyerahkan nyawanya, dia bisa melihat bahwa setelah benih itu mati,
seperti yang dikatakan dalam Yoh 12:24, maka dari kematiannya akan
muncul panen besar, umat yang baru. Umat yang bagaimana? Umat yang telah
dibebaskan dari dosa, umat yang indah dengan keindahan yang berasal dari
kemurnian rohani dan kekudusan dan umat yang akan bersinar di dunia ini
bagi dia. Dari tengah lumpur, kotoran dan kejijikan dosa akan bertumbuh
bunga yang indah yang putih murni, memancarkan bau harum, kecantikan dan
kemuliaan! Oh, ini hal yang sangat layak untuk dibayangkan saat dia
sedang sekarat! Ibrani 12:2 berkata, yang dengan mengabaikan kehinaan
tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia. Apakah
sukacita yang disediakan bagi dia? Bukan sukacita karena menderita.
Melainkan apa yang terhampar di balik kayu salib itu. Itulah sukacita
yang disediakan bagi dia. Menerima penderitaan adalah hal yang mustahil
jika Anda tidak tahu untuk apa Anda menderita. Suatu hari nanti, salah
satu dari kita mungkin harus mengorbankan nyawanya bagi Tuhan, tetapi
ketahuilah bahwa apa yang akan dicapai lewat penderitaan menjelang ajal
adalah sukacita! Mengapa orang-orang mau melayani Tuhan, mengorbankan
pekerjaan mereka, karir dan masa depan mereka? Apakah mereka senang
menjadi orang miskin? Tentu saja tidak! Sukacita akan apa yang hendak
dicapai lewat pengorbanan, lewat penderitaan tersebut, itulah yang
memotivasi mereka untuk terus maju.
Demikianlah, saat Yesus menjelang ajal, dia bisa melihat apa yang
terhampar di balik penderitaan dan kesakitan itu, yaitu umat yang akan
ditebus, dibersihkan dari dosa, disucikan, dibersihkan dan yang akan
bersinar di dunia ini bagi kemuliaan Allah. Oh, sungguh indah! Saya
tidak tahu apakah Anda dapat menangkap gambaran ini. Ini adalah hal yang
layak ditebus dengan nyawa. Suatu masyarakat yang baru, suatu umat baru
yang telah dimerdekakan bagi Allah di tengah dunia yang merupakan ajang
peperangan dan penderitaan; dunia yang penuh dengan kebencian,
kejahatan, ketidakpedulian, pelanggaran dan di mana setiap orang
melakukan kehendaknya sendiri dengan menginjak sesamanya untuk mencapai
apa yang dia inginkan demi mengejar kemuliaannya sendiri.
Dalam dunia
yang seperti ini akan muncul umat baru yang tidak hidup seperti ini,
yang akan saling peduli, saling mengasihi, yang tidak mau menginjak
sesamanya dalam mengejar tujuannya, tetapi mereka akan merendahkan diri
di hadapan orang lain, membiarkan orang lain menginjaknya supaya orang
lain boleh memperoleh suatu manfaat. Mentalitas semacam itu sangat
terbalik dengan prinsip hidup duniawi. Suatu masyarakat yang baru - di
mana tak seorang pun berusaha mengambil keuntungan dari orang lain, yang
niatnya bukan untuk mendapatkan sesuatu dari Anda, melainkan ingin
memberi sesuatu yang bermanfaat bagi Anda, di mana setiap orang akan
sangat peduli pada orang lainnya - suatu masyarakat yang baru, ini layak
ditebus dengan nyawa.
Malahan,
itu juga sebabnya mengapa banyak orang menjadi pemberontak atau
revolusioner, bukankah demikian? Mereka punya harapan untuk mewujudkan
suatu masyarakat yang baru, masyarakat yang lebih baik. Itu sebabnya
mengapa kaum komunis di China rela menyongsong maut. Itulah hal yang
mereka perjuangkan bahkan dengan nyawa mereka, bukankah demikian? Bahkan
kaum komunis bisa melihat visi ini. Tentu saja, mereka mengutamakan hal
yang salah. Mereka menekankan pada perubahan ekonomi atau sosial, gagal
memahami bahwa persoalan umat manusia bukan di bidang ekonomi atau
sosial, melainkan di bidang spiritual.
Jadi saya
harap alasan bagi kematian Kristus secara berangsur-angsur menjadi
semakin jelas. Ungkapan umat kepunyaan-Nya sendiri bersumber dari
Perjanjian Lama. Ungkapan ini dipakai di dalam Perjanjian Lama dan
sebenarnya mengacu kepada umat Israel. Mereka dibebaskan untuk menjadi
suatu umat kepunyaan Allah sendiri. Membebaskan umat-Nya sendiri
bukanlah suatu ide yang baru bagi Allah. Ini memang merupakan rencana
kekal-Nya. Dia menginginkan suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, dan Dia
memilih Israel. Tetapi Israel gagal secara menyedihkan. Dan jika saya
mengamati gereja, saya tidak melihat bahwa gereja lebih baik dari
Israel.
Gereja
tampaknya bahkan tidak mengerti apa rencana Allah, apa yang menjadi
tujuan Allah. Dan itulah sebabnya mengapa Allah menaruh beban di hati
saya hari ini untuk menyampaikan mengapa Yesus mati. Mungkin beberapa
orang di sini, dan jika mungkin, semua yang hadir di sini, dapat
menangkap visi tentang mengapa Yesus mati dan mengapa kita juga rela
mati. Dan kita lalu bersedia untuk hidup atau mati bagi tujuan ini:
masyarakat ilahi yang baru, yang disebut sebagai gereja.
Namun jika
kita cermati gereja sekarang ini, yang masuk ke dalam pikiran kita
adalah masyarakat yang sibuk bertengkar; masyarakat yang berisi
orang-orang berpikiran sempit yang saling mengecam satu dengan yang
lainnya, dan juga saling injak di antara sesamanya. Sungguh menyedihkan
hati saya, membandingkan visi indah yang ditebus oleh nyawa Yesus,
dengan kenyataan yang ada di depan mata kita sekarang ini. Kita harus
berjuang untuk mengubah situasi ini. Kita harus bekerja keras untuk
menghasilkan masyarakat baru melalui Roh Allah di dalam diri kita,
masyarakat yang telah ditebus oleh nyawa Yesus.
Istilah
'umat kepunyaan-Nya', di dalam bahasa Yunani, yang digunakan dalam Titus
2:14 ini, hanya muncul satu kali di dalam Perjanjian Baru, dan
diterjemahkan dengan istilah 'umat kepunyaan-Nya sendiri'. Bagi
Anda yang mengerti bahasa Yunani, kata peri-ousios, adalah kata
yang sangat jarang dipakai. Hanya muncul satu kali di dalam Perjanian
Baru, akan tetapi cukup sering muncul di dalam Perjanjian Lama berbahasa
Yunani. Salah satu ayat yang menampilkan kata ini adalah Ulangan 7:6,
yang juga merupakan rujukan dari Perjanjian Lama untuk [Titus 2:14] ini.
Ulangan 7:6 berbunyi sangat mirip dengan kutipan yang kita bahas hari
ini, bukan saja karena kesamaan kata Yunani yang dipakai [di Titus 2:14]
ini, sama dengan kata Yunani yang ada di dalam Perjanjian Lama berbahasa
Yunani, tetapi juga karena kata 'redeem (membebaskan, menebus)'
juga ada di dalam konteks ini, menunjukkan bahwa pemikiran yang ada di
dalam surat kepada Titus itu nyaris bersumber langsung dari kitab
Ulangan. Di sini terlihat bahwa kitab Ulangan tidak berbeda jauh dengan
pemikiran Paulus ketika dia menggunakan kata peri-ousios yang
juga muncul beberapa kali di dalam Kitab Ulangan. Ini adalah hal yang
sangat menarik.
Dan kita
lihat di dalam Ulangan 7:6 - Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN
(Yahweh), Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari
segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya, (kata
ini di dalam Perjanjian Baru diterjemahkan dnegan umat kepunyaan-Nya
sendiri). Perhatikan, mengapa Allah memilih umat ini? Apakah karena
orang Yahudi lebih baik daripada umat lain? Lebih cerdas? Lebih ramah?
Tidak sama sekali. Tak ada kelebihan umat Yahudi, tak ada sama sekali.
Ayat 7: Bukan karena lebih banyak jumlahmu dari bangsa manapun juga,
maka hati TUHAN terpikat olehmu dan memilih kamu bukankah kamu ini yang
paling kecil dari segala bangsa? [Allah berfirman kepada bangsa Israel
melalui Musa,] "Kalian bukanlah bangsa perkasa yang membuat Allah kagum,
kalian bukan apa-apa. Kalian yang paling sedikit, paling kecil dan yang
paling tidak berarti. Tetapi justru karena kalian bukan apa-apa di
antara bangsa-bangsa di dunia, itulah sebabnya Aku memilih kalian." Jika
Anda mengira bahwa Allah memilih Anda dan saya karena kita ini lebih
baik daripada orang lain, maka kita telah keliru memahami persoalannya.
Kita ini bukan apa-apa di dunia. Allah memilih kita justru karena kita
sangat tidak berarti. Dan Allah selalu senang memilih mereka yang tidak
berarti apa-apa, yang bukan siapa-siapa untuk menjalankan rencana
besar-Nya, supaya semua orang bisa melihat bahwa Allah yang telah
mengerjakan semua itu, bukannya manusia!
Dan
dilanjutkan dalam ayat 8: tetapi karena TUHAN mengasihi kamu dan
memegang sumpah-Nya yang telah diikrarkan-Nya kepada nenek moyangmu,
maka TUHAN telah membawa kamu keluar dengan tangan yang kuat dan menebus
engkau dari rumah perbudakan, dari tangan Firaun, raja Mesir. Di sini,
Anda menemukan kata yang sama yaitu 'redeem (menebus, membebaskan)'. Dia
telah menebus kita untuk menjadikan kita umat kepunyaan-Nya sendiri.
Jadi kita adalah Israel yang baru. Gereja mengambil alih tempat Israel
ketika israel gagal menjalankan tugasnya.
Mengapa
Allah memilih Israel? Tak ada hal yang berarti di Israel. Lalu mengapa
Allah memilih Israel? Apakah Dia ingin menjadikan mereka milik yang
khusus sehingga mereka boleh berbangga atas hal itu? Tidak! Dia memilih
mereka untuk mengerjakan tugas khusus: menjadi terang dunia, menjadi
terang bagi bangsa-bangsa. Kita baca hal ini di dalam Yesaya 42:6, "Aku
ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah
memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi
perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa."
Saat bangsa Israel berpikir, "Allah telah memilih aku karena Dia ingin
menyelamatkan aku. Dan hanya itu saja!" Maka mereka telah salah paham.
Allah telah memilih Israel untuk mengerjakan satu tugas di dunia ini:
menjadi terang bagi dunia, menjadi terang bagi bangsa asing, yaitu
bangsa-bangsa lain.
Dan
mengapakah Allah memilih kita menjadi kepunyaan-Nya sendiri? Di sini
surat Titus melanjutkan dengan memberitahu kita, "suatu umat,
kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik." Kata 'deeds
(tindakan)' dan 'works (perbuatan)' memiliki makna yang sama
dalam bahasa Yunani. Camkanlah hal ini baik-baik. Mengapa Dia ingin kita
rajin berbuat baik? Mengapa? Dengan cara apa lagi kita bisa bersinar
bagi Tuhan? Dengan cara apa lagi kita bisa memuliakan Allah di bumi ini?
Itu sebabnya Yesus berkata di dalam Khotbah di Bukit, dalam Matius 5:16,
"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya
mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Mengapa
Yesus rela mati? Karena dia ingin memiliki umat kepunyaannya sendiri?
Ya, namun bahkan ini saja bukanlah suatu jawaban yang lengkap. Mengapa
Yesus ingin memiliki satu umat yang khusus? Supaya dia bisa memuaskan
keinginannya sendiri? Ini bukanlah jawaban yang lengkap. Dia ingin suatu
umat yang bersinar di dunia ini yang menjadi saksi dunia ini untuk
menunjukkan kemuliaan Allah Bapa di dunia ini. Untuk apa? Supaya orang
lain yang melihat terang itu, bisa tertarik untuk datang kepada terang
itu, sehingga mereka juga bisa diselamatkan, sehingga mereka juga bisa
masuk ke dalam hidup yang kekal.
Dapatkah
Anda melihat keseluruhan rencana keselamatan dari Allah? Apakah Anda
sedang menggenapi rencana tersebut? Dapatkah Anda berkata bahwa Anda
rajin berbuat baik? Apakah arti dari 'rajin berbuat baik' itu? Gemar
mengerjakan apa yang baik. Itulah artinya. Hasrat untuk bergemar
melakukan apa yang baik! Setiap kali Anda mengerjakan perbuatan baik,
apakah Anda melihat hal itu sebagai beban yang berat? "Oh tidak, aku
harus menjadi orang baik hari ini. Sungguh pekerjaan yang berat. Mungkin
hari ini, aku harus menaruh beberapa dolar di kotak persembahan.
Artinya, aku tidak bisa beli lebih banyak permen hari ini. Sungguh berat
jadi orang baik."
Di sini
dikatakan, rajin, gemar berbuat baik, sangat bersukacita bisa
berbuat baik! Dan itu berarti ada suatu perubahan di dalam sikap hati
Anda. Artinya Anda sudah diubah; Anda memiliki cara berpikir yang baru.
Menjadi seorang Kristen berarti menjadi ciptaan baru. Bukannya berusaha
mendapatkan pemikiran baru. Bukannya sebelumnya, saya adalah seorang
revolusioner dalam pengertian komunis, sekarang saya adalah seorang yang
revolusioner dalam pengertian Kristen. Itu hanya sekadar mengganti obyek
Anda saja. Tidak lebih! Tidak, diperlukan sesuatu yang lebih mendalam
ketimbang itu. Gemar berbuat baik berarti Allah masuk ke dalam hidup
Anda, Anda menjadi manusia baru. Anda tidak sekadar berganti tujuan,
tetapi segenap cara berpikir Anda berubah. Dan jika cara berpikir itu
tidak berubah, jika Anda tidak menjadi manusia baru, tidak akan mungkin
Anda bisa menggenapi panggilan surgawi untuk menjadi terang Allah yang
bersinar bagi Dia di dunia ini.
Apakah
gereja merupakan terang di dalam dunia? Apakah kita, sebagai jemaat,
adalah terang dunia? Apakah kita sudah bersinar? Sudahkah? Saya ingin
tahu, adakah sinar, sekecil apa pun itu, yang memancar dari gereja ini?
Kita telah gagal. Terang yang ada sangat tidak berarti. Saya tidak tahu
apakah orang yang sedang berjalan di dalam kegelapan bisa melihat terang
itu, supaya dia tidak tersandung dan jatuh ke dalam lubang! Dan jika
kita tidak bersinar sebagaimana seharusnya, tidakkah Anda melihat bahwa
kematian Kristus itu sia-sia? Untuk apa dia mati? Apakah untuk
menghasilkan jemaat seperti kita yang nyaris tidak memancarkan sinar di
tengah kegelapan ini? Untuk inikah Kristus mati? Inilah yang saya
maksudkan bahwa saya tidak bermaksud untuk menggosok emosi Anda. Saya
ingin masuk ke dalam fakta. Kita perlu tahu tentang apa yang harus kita
kerjakan. Dan jika kita tidak mengerjakannya, apakah yang akan terjadi?
2. Ro. 14:9 - Yesus mati untuk
memperoleh kemilikan atas kita
· Yesus mati
untuk memerdekakan kita dari kekuasaan dosa dan kematian rohani
Sekarang,
mari kita masuk ke ayat yang berikutnya. Roma 14:9 - Sebab untuk itulah
Kristus telah mati dan hidup kembali - untuk apa? - supaya Ia menjadi
Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup. Ini
bukanlah penjelasan yang ingin Anda dengar, bukankah begitu? Apakah
rencana kekalnya? Dia mati supaya dia menjadi 'Tuhan (Lord = Majikan,
Penguasa)' bukan supaya dia menjadi Juruselamat. Perhatikan kata-kata
tersebut. Jika Anda yang menuliskan ayat ini, Anda mungkin akan berkata
supaya dia menjadi Juruselamat bagi yang hidup dan yang mati. Bukan itu
yang dikatakan oleh Paulus, yang dikatakan Paulus adalah, "supaya
Ia menjadi Tuan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang
hidup, jadi entah kita ini termasuk yang hidup atau pun yang mati
(ay.8), tetap saja Kristuslah Penguasanya'. Sekarang Anda bisa
melihat bahwa terdapat suatu rencana kekal; suatu rencana jangka
panjang.
Kalimat
yang diterjemahkan 'supaya Ia menjadi Tuhan(Lord)', adalah kata kerja di
dalam bahasa aslinya. Di sini, Paulus berbicara tentang beberapa hal
yang tadinya menjadi majikan atas hidup kita sebelum Kristus membebaskan
kita. Hal-hal apakah itu? Dia berkata bahwa maut adalah tuan kita. Dia
berkata bahwa dosa adalah tuan kita. Dan dia katakan juga bahwa hukum
adalah tuan kita. Dan ketiga hal ini saling berkaitan: karena Anda telah
melanggar hukum yang kekal, maka Anda masuk ke dalam penguasaan dosa dan
maut. Dengan kata lain, begitulah kejadiannya sampai Anda menjadi budak.
Kita menjadi budak maut. Bukankah kita ini memang budak dari maut?
Adakah orang di sini yang tidak akan mati? Kita semua akan mati. Ada
orang yang sedang dipenjara, dan sedang menunggu hukuman matinya. Kita
tidak duduk di penjara, akan tetapi kita semua juga akan mati. Kita
semua terkena hukuman mati. Kita adalah budak maut. Sadarkah Anda akan
hal ini? Kita tidak suka memikirkan hal itu, akan tetapi kita memang
sedang menanti ajal. Mungkin besok, mungkin tiga tahun lagi, tiga puluh
tahun lagi, yang jelas kita semua akan mati. Yang tersisa bagi kita
hanya masa depan yang gelap. Masa depan macam apakah yang Anda miliki?
Hal ini
mengingatkan saya pada orang yang sedang menunggu gilirannya untuk
dihukum mati. Saat dia sedang menunggu ajalnya, dia mempelajari hukum,
dan mendapat gelar di bidang itu. Yah, ini memang pemanfaatan waktu yang
positif. Sangat positif. Setidaknya dia memahami proses hukum, dan dia
menulis buku tentang hukum, dalam upaya pembelaan dirinya berdasarkan
hukum yang telah dia pelajari itu. Yang saya tahu, hal itu tidak mampu
menyelamatkannya; dia tetap dihukum mati. Apakah gelar sarjana hukum itu
nanti bisa memberi manfaat buatnya di alam maut sana, saya sangat
meragukan hal itu. Namun setidaknya Anda bisa katakan bahwa dia telah
berpikir positif - kekuatan dari berpikir positif. Jangan duduk saja dan
mencemaskan kematian Anda. Raihlah beberapa gelar sebelum dieksekusi.
Namun, jalan apapun yang kita pilih, bukankah keadaan kita sama saja
dengan dia? Maksud saya, kita semua sedang menunggu ajal. Sungguh gelap.
Memang tidak menyenangkan cara penyajian uraian semacam ini, akan tetapi
kebenarannya memang tidak menyenangkan, tak peduli dengan cara apa pun
Anda menjelaskannya. Itulah kebenarannya, bukankah begitu?
Anda lihat,
sejauh menyangkut kehidupan jasmani, kita ini masih menjadi budak maut.
Paulus berkata di dalam 1 Korintus 15:53-54, sebelum kita mengenakan
tubuh baru yang akan diberikan oleh Kristus kepada kita, maka kita ini
masih menjadi budak maut. Maut masih akan mengklaim tubuh Anda dan saya.
Namun syukur kepada Allah, karena maut tidak akan bisa mengklaim jiwa
saya! Di bagian ini, Kristus telah menebus saya. Dan pada Hari itu, dia
juga akan menebus kita dari kerusakan jasmani. Yang fana ini akan
mengenakan yang tidak fana, yang dapat rusak ini akan mengenakan yang
tidak akan rusak, dan selanjutnya kita bisa berkata, "Hai maut, di
manakah sengatmu? Hai alam maut, di manakah kemenanganmu?" Namun sebelum
Hari itu, Anda dan saya masih berada di bawah hukuman mati. Dan yang
lebih buruk lagi, kita juga bisa jatuh ke dalam hukuman mati secara
rohani. Mati secara jasmani saja sudah cukup buruk, mati secara rohani
dan kekal seperti itu jelas lebih buruk lagi. Ketika Yesus berkata bahwa
dia memberi kita hidup yang kekal, berarti dia sedang membebaskan roh
kita. Penebusan masuk ke tahap yang lebih maju. Dan tahapan yang pertama
adalah penebusan 'manusia batiniah'. Tahapan selanjutnya dalah penebusan
'manusia jasmaniah', demikianlah gambaran dari Paulus.
Demikianlah, Yesus mati untuk bisa menjadi Tuan(Lord) kita. Anda mungkin
berkata, "Wow! Dia senang memerintah orang lain. Dia mati supaya bisa
menjadi Majikan kita!" Tahukah Anda bahwa jika dia tidak menjadi Tuan
Anda, Anda tidak punya pilihan lain kecuali menjadi budak dari hal-hal
yang lain? Hari ini, Anda harus memilih, apakah Anda akan menjadikan
Yesus sebagai Majikan Anda, atau Anda memilih maut sebagai majikan Anda;
Anda memilih dosa sebagai majikan Anda. Anda harus memilih salah satu
dari kedua hal itu.
Umat
manusia berharap agar tidak tunduk pada kekuasaan siapapun. Namun ini
adalah hal yang mustahil. Anda akan selalu berada dalam kekuasaan pihak
lain. Jika Anda bekerja di kampus, maka Anda berada di bawah kekuasaan
profesor Anda. Jika Anda bekerja di perusahaan, Anda berada di bawah
kekuasaan bos Anda. Jika Anda tinggal di bumi, maka Anda berada di bawah
kekuasaan pemerintah Anda. Jika tidak ada kekuasaan, maka kita akan
hidup dalam kekacauan. Pemerintah menjalankan kekuasaannya atas kita
lewat berbagai cara, dan siapakah yang akan mengeluhkan hal ini? Mereka
menarik pajak dari kita, beberapa dari antara kita membayar pajak dalam
jumlah yang besar - pajak bangunan, pajak tanah, pungutan SPP, pajak ini
dan itu. Dan Anda mungkin berkata, "Aku bekerja keras hanya untuk
melihat uangku lenyap diambil petugas pajak." Dia memiliki kekuasaan
itu, dan jika Anda bertengkar dengannya akan hal ini, maka Anda akan
berada dalam masalah besar. Anda selalu berada dalam kekuasaan
seseorang. Tak ada tempat di mana Anda bisa hidup tanpa berada dalam
kekuasaan orang lain.
Dan hal
yang terburuk adalah berada di bawah kekuasaan dosa serta maut. Jadi
fakta bahwa Yesus telah mati untuk mengambil kepemilikan atas kita
adalah satu-satunya jalan bagi dia untuk membebaskan kita dari kekuasaan
dosa dan maut. Hanya itu jalannya. Itu sebabnya mengapa saya katakan
kepada Anda sebelum ini, jika Yesus bukan Tuan Anda, maka dia tidak bisa
menjadi Juruselamat Anda. Tak ada jalan bagi dia untuk menjadi
Juruselamat Anda jika tidak menjadi Tuan Anda.
Saya
bersukacita berada di bawah kedaulatan Kristus. Sangatlah indah bisa
berada di bawah kedaulatannya. Renungkanlah hal ini: tentang seorang
anak yang berada di bawah kekuasaan ayah dan ibunya. Apakah si anak itu
berdukacita karena berada di bawah kekuasaan ayahnya? Tidak jika dia
adalah ayah yang baik, jika dia adalah ibu yang baik. Si anak
bersukacita karena memiliki ibu dan ayah seperti itu. Kekuasaan ini
tidaklah mendukakan. Sebaliknya, [keadaan di bawah kekuasaan orang
tuanya] itu menjadi jaminan keselamatan, keamanan dan sukacitanya. Tanpa
kekuasaan tersebut, si anak mungkin sudah kelaparan di jalanan. Tetapi
karena dia memiliki ayah dan ibu, dan hidup di bawah kekuasaan mereka,
keselamatannya terjamin. Sang ayah membela dan melindungi anaknya. Jika
ada orang yang ingin menyakiti si anak, mereka akan berhadapan dengan
kemarahan sang ayah. Jika dia bukan anak si ayah itu, maka ia harus
mempertahankan dirinya sendiri menghadapi kekuasaan dan
kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripadanya. Saya bersukacita berada
di bawah kedaulatan Kristus karena dia adalah Pribadi yang mengasihi
saya, yang kepeduliannya terhadap saya jauh melebihi kepedulian orang
lain terhadap saya. Kekuasaannya tidak menjadi beban, tidak mendukakan
hati. Akan tetapi kekuasaan dunia ini sangatlah mendukakan hati.
Kekuasaan dosa dan maut sangat menyedihkan.
Demikianlah, kita mendapati kebutuhan untuk melangkah lebih maju lagi
dari pertanyaan ini, 'Jika dia adalah Tuhan (Lord), lalu bagaimana kita
seharusnya menjalani hidup?' Pertama-tama, mengapa dia menjadi Majikan
atau Tuan kita? Dia adalah Tuan ke atas kita karena dia telah membeli
kita. Dia telah membeli kita dengan harga yang mahal, camkanlah hal ini!
1 Korintus 6:19-20, Rasul Paulus berkata kepada orang-orang Kristen di
Korintus: kamu bukan milik kamu sendiri. Diri Anda bukan milik
Anda sendiri. Mengapa? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!
Anda sudah
tidak memiliki hak atas diri Anda sendiri lagi. Jika Anda telah ditebus,
berarti Yesus telah membeli Anda. Dia membeli Anda dengan darahnya. Jika
dia telah membeli Anda, maka Anda bukan lagi milik Anda sendiri. Anda
menjadi miliknya.
Apakah Anda
telah menjadi miliknya? Paulus menempatkan kita di dalam situasi yang
bertentangan. Ada dua kedudukan yang saling bertentangan di sini. Anda
menjadi milik Anda sendiri, dan itu berarti Anda tidak diselamatkan,
atau Anda menjadi milik Kristus, dan dengan demikian Anda diselamatkan.
Anda tidak bisa mempertahankan kepemilikan atas diri Anda sambil
diselamatkan. Itulah kontradiksi yang terdapat di sini. Anda tidak bisa
menjalani hidup bagi diri Anda sendiri dan tetap diselamatkan. Dapatkah
Anda melihat apa yang dimaksudkan di sini? Inilah poin keseluruhannya.
Jika Anda
memahami ini, maka Anda akan memahami apa yang dikatakan oleh Paulus di
dalam Roma 14:9. Apa yang dia katakan sebenarnya sangat sederhana dan
mudah dipahami. Dia sedang berkata, "Kristus mati untuk memperoleh
kepemilikan atas kita." Dengan cara itulah kita menjadi miliknya
pribadi. Dia menjadi majikan kita. Kata 'Lord (Tuan, Majikan)'
berarti 'pemilik', orang yang menjadi pemilik Anda. Apakah Anda tahu
makna ini? Saat saya berkata, "Lord Jesus," saya tidak mengucapkan
kata-kata tersebut sekadar untuk berbasa-basi. Maksud saya, Yesus
Kristus adalah pemilik saya, dia memiliki saya. Dengan cara bagaimana
dia memiliki saya? Dia telah membayar hidup saya dengan darahnya
sendiri. Dia telah membeli saya. Saya menjadi miliknya. Saya tidak
memiliki diri saya lagi. Dulunya saya mengikuti kemauan sendiri; menjadi
milik pribadi saya sendiri. Dan hasil dari kepemilikan pribadi itu
adalah saya ternyata membawa diri saya ke dalam penderitaan yang parah,
ke dalam dosa, kerusakan, sifat efois dan keangkuhan. Ke arah sanalah
kepemilikan pribadi ini menuntun saya.
Tetapi
sekarang, Kristuslah yang memiliki saya, dia menebus saya keluar dari
keadaan itu. Jika dia telah memiliki saya, maka saya adalah budaknya.
Paulus bermegah dengan sebutan: "Paulus, hamba, budak Yesus Kristus",
dia memulai setiap suratnya dengan penuh sukacita lewat pernyataan
tentang kedaulatan Yesus dalam hidupnya, kepemilikan Yesus atas dirinya.
"Paulus, hamba" - kata yang diterjemahkan dengan istilah 'hamba'
sebenarnya adalah kata Yunani untuk istilah 'budak' - 'budak Yesus
Kristus'. Dia tidak mau disebut rasul. Dia tidak mau dipanggil dengan
berbagai sebutan yang megah. Dia hanya menginginkan panggilan ini,
"budak Yesus Kristus". Yang lebih baik daripada itu tidak akan bisa Anda
temukan.
· Yesus telah
mati untuk memiliki Anda
Sekarang
renungkan baik-baik, apakah konsekuensi dari keadaan menjadi milik
Yesus? Jika Anda menjadi milik Yesus, camkanlah baik-baik, Anda tidak
lagi hidup demi diri Anda sendiri. Seorang budak tidak hidup untuk
dirinya sendiri. Seorang budak hidup untuk majikannya.
Saya akan
melanjutkan dengan konsekuensi dari ini semua. Jika hari ini, Anda hidup
untuk diri Anda sendiri, melakukan apa yang Anda kehendaki saja, maka
Anda boleh melupakan keselamatan karena Anda tidak mendapat bagian di
dalam keselamatan itu. Saya memohon kepada Allah agar para penginjil
boleh memberitakan hal yang sebenarnya. Yesus menyelamatkan Anda bukan
supaya Anda boleh bertindak sesuka hati Anda, supaya Anda bisa
melanjutkan sikap egois dan angkuh yang lama; mengerjakan keinginan
sendiri, tidak peduli kepada apa akibatnya pada orang lain. Yesus mati
bukan untuk itu. Tidak!
Jika Anda
berharap untuk bisa diselamatkan oleh darahnya, maka Anda harus memahami
bahwa itu akan berarti sejak saat itu Anda menjalani hidup hanya untuk
dia. Itulah hal yang dia katakan. Bukan pendapat saya pribadi.
Perhatikan sekali lagi kata-kata di dalam Roma 14:7 - Sebab tidak ada
seorangpun di antara kita yang hidup untuk dirinya sendiri, dan tidak
ada seorangpun yang mati untuk dirinya sendiri. Tak satu pun! Dia
mengucapkan itu kepada orang-orang Kristen di Roma. Baik Anda atau pun
saya, tak satu pun di antara kita yang hidup untuk diri sendiri lagi.
Bahkan mati pun bukan demi diri kita sendiri, karena bahkan di saat mati
pun, kita masih miliknya. Kita adalah miliknya, entah dalam keadaan
hidup atau mati. Kita adalah kepunyaannya. Siapa bilang bahwa hidup
sepenuhnya buat Kristus hanya berlaku bagi para pelayan Kristen yang
full-time? Itu bukan ajaran yang alkitabiah. Yang diajarkan oleh Alkitab
adalah bahwa tak peduli siapapun Anda, selama Anda adalah orang Kristen,
Anda menjalani hidup hanya untuk dia.
Saya mohon
Anda bisa memahami hal ini dengan baik, karena memang untuk itulah
Kristus mati! Jika Kristus mati bagi Anda, tetapi Anda masih hidup untuk
diri Anda sendiri, maka dia tidak mati bagi Anda karena Anda tidak
menjadi miliknya. Bukti bahwa Anda adalah miliknya terlihat dari
kenyataan bahwa Anda hidup untuk dia hari lepas hari, entah di kampus,
di kantor, tidak ada bedanya.
Apakah arti
dari hidup untuk Yesus? Paulus sudah menjelaskan hal ini. Artinya adalah
hidup untuk kemuliaannya. Hidup untuk Tuhan bukan berarti bahwa Anda
harus menjadi seorang penginjil. Anda bisa hidup untuk kemuliaan dia
entah di rumah, di kantor atau pun di sekolah, di mana saja, itulah arti
Anda hidup bagi kemuliaannya. Menginjil hanyalah satu sisi dari hidup
bagi kemuliaannya, bidang yang kecil saja.
Saya nyaris
tergoda untuk berkata bahwa menginjil adalah bidang yang paling tidak
penting. Yang paling penting adalah kehidupan sehari-hari, menit demi
menit menjalani kehidupan bagi kemuliaan Allah Bapa di surga. Menginjil
adalah tindakan yang bisa Anda kerjakan satu, dua atau tiga atau empat
kali seminggu. Apakah Anda pikir bahwa Anda sedang menjalani hidup untuk
Allah hanya pada jam-jam Anda sedang menginjil? Atau ketika Anda sedang
mengikuti PA? Allah tidak menghendaki hal itu! Kita hidup untuk Allah di
waktu kita terjaga mau pun tidur, dalam keadaan hidup atau pun mati.
Kita adalah milik Kristus dan Bapa di surga.
Anda bisa
hidup bagi Tuhan sebagai seorang ibu, seorang istri. Bagaimana? Tahukah
Anda bahwa anak Anda selalu mengamati Anda? Setiap kali anak tersebut
berada di rumah, dia akan mengamati ibunya, dan juga ayahnya. Entah Anda
akan memuliakan Allah atau tidak di mata si anak,bergantung pada Anda,
sebagai ibu, apakah akan menjalani hidup bagi kemuliaan Allah. Saya
selalu menyampaikan bagaimana Wesley bisa menjadi penginjil besar.
Tahukah Anda mengapa? Karena ibunya. Bukan karena ayahnya, melainkan
karena ibunya. Ayahnya adalah seorang penginjil, akan tetapi dia
[Wesley] malah berbicara tentang ibunya, bukan ayahnya. Pengaruh ibunya
terhadap dialah yang membuat dia menjadi manusia Allah sebagaimana yang
kita ketahui. Sang ibu memuliakan Allah dalam penilaian si anak.
Atau,
katakanlah Anda sedang tinggal di apartemen. Bagaimana Anda bisa
memuliakan Allah di hadapan penghuni apartemen yang lainnya? Anda
memuliakan Allah dengan mengajak mereka makan bersama. Lalu, ketika
mereka sedang menikmati hidangan, Anda berkata, "Alkitab berkata," dan
Anda menceramahi mereka lewat cara ini. Itukah memuliakan Allah? Tidak
sama sekali! Mungkin hal terbaik yang bisa Anda lakukan untuk memuliakan
Allah adalah dengan menutup mulut. Karena saat Anda mulai membuka mulut,
mungkin Anda malah merusak suasana. Cara untuk memuliakan Allah adalah
dengan kepedulian: "Apakah Anda mau tambah nasi lagi?" Itulah yang
memuliakan Allah. Anda berkata, "Apa? Kupikir seharusnya dia bisa
mengambil sendiri nasi buatnya sementara aku menyampaikan isi Roma pasal
14 kepadanya." Tidak! Jika Anda sudah menawarkan tambahan nasi
kepadanya, saat ia telah selesai menikmati hidangan, dan jika saatnya
memang sudah tiba, saat dia memang ingin mendengar, maka Anda boleh
menyampaikan Roma 14 kepadanya. Sebelum itu, yang bisa Anda lakukan
untuk memuliakan Allah adalah dengan menunjukkan kepedulian kepadanya.
Itulah yang disebut memuliakan Allah. Memuliakan Allah adalah semua
tindakan yang akan membuat orang lain berkata, "Betapa indahnya karya
Allah di dalam kehidupan orang ini! Sungguh indah!"
Tapi apa
yang kita lihat di dalam gereja zaman sekarang? Yang saya lihat adalah
ketidakpedulian, keegoisan, pemaksaan kehendak pribadi. Kadang kala,
cara orang tua mendisiplin anaknya justru membuat saya merasa ngeri.
Gambaran tentang kemuliaan Allah macam apa yang akan didapatkan oleh
anak-anak itu? Pandangan yang mereka dapatkan adalah, "Baik, karena
engkau lebih besar daripadaku, dan kebetulan kamu adalah ibuku, ayahku,
jika kamu menyuruhku melakukan ini, berarti aku harus mengerjakannya.
Aku mau mengenakan baju yang ini, tetapi kamu berkata, 'Tidak! Inilah
baju yang harus kau pakai.' Baik, kamu dua kali lebih besar daripadaku.
Kamu akan memukulku kalau aku menolak, jadi aku harus memakai baju yang
kau pilih untukku." Itu disebut sebagai disiplin. Bagi saya itu bukanlah
disiplin. Anda bisa menanamkan disiplin, tapi lakukanlah dengan cara di
mana si anak bisa melihat kemuliaan Allah di dalam hidup Anda - dan
itulah hal yang penting.
Tanggung
jawab menjadi seorang ayah sangatlah mengerikan. Tanggung jawab untuk
merawat dan membesarkan anak saja sudah membuat kita berkeringat.
Tahukah Anda mengapa? Anda hanya bertemu dengan saya sekali dalam
seminggu di sini. Dengan begitu saya bisa menampilkan perilaku saya yang
terbaik di hadapan Anda. Saya datang ke gereja, Anda bisa melihat dasi
saya yang bagus, dan jaket saya juga. Anda menatap ke arah saya, si
pendeta, dan melihat bahwa orang ini selalu ramah, rajin menggosok gigi,
selalu tersenyum, selalu baik. Apakah Anda mengetahui siapa saya?
Pernahkah Anda melihat saya di dalam rumah? Di sanalah anak-anak
mengamati Anda. Hari demi hari, anak-anak Anda mengamati Anda. Tidak
bisa memalsukan penampilan! Inilah ujiannya - ujian sepanjang hari.
Saat orang
lain hidup bersama Anda, mereka akan mengamati Anda. Mereka mengamati
perilaku Anda. Mereka tahu siapa Anda sebenarnya. Tak ada kepura-puraan,
tak ada sandiwara, semuanya asli. Itu sebabnya anak-anak bisa membuat
Anda berkeringat dingin. Tahukah Anda mengapa? Karena seorang anak akan
dengan jujur berkata, "Tahukah kamu, ayahku melakukan ini dan itu. Dan
ibuku berbuat ini dan itu." Mereka seperti stasiun siaran radio. Apa
yang perlu Anda ketahui? Tanyakan saja kepada anak kecil dan dia akan
memberitahukan segalanya kepada Anda, hal-hal tentang ayah dan ibunya.
Tak ada rahasia! Jika anak saya datang dan berkata kepada Anda, "Tahukah
Anda, ayahku seorang pemarah," maka saya lebih baik menutup Alkitab dan
pergi dari sini. Maksud saya, tak ada lagi hal yang layak untuk saya
sampaikan, bukankah begitu? Anda akan berkata kepada saya, "Munafik! Di
atas mimbar dia berkata tentang orang-orang yang disucikan bagi
kemuliaan Allah. Perhatikan dia, bahkan anaknya sendiri berkata bahwa
dia seorang pemarah." Saya tidak bisa menginjil lagi, tamat sudah
riwayat saya! Inilah poinnya. Menjadi seorng Kristen, memuliakan Allah,
berarti menjalani hidup setiap hari sedemikian hingga kemuliaan Allah
memancar dari hidup Anda.
Dan jangan
berpikir bahwa jika masalahnya hanya di antara suami dan istri, maka
tidak akan sampai meluas ke mana-mana. "Boleh saja kita saling bersikap
kasar, saling berteriak. Lagi pula, kamu kan istriku, kamu kan suamiku.
Untuk apa kita menikah? Supaya kita bisa saling membentak, bukankah
begitu? Untuk tujuan apa lagi kita menikah?" bagi seorang istri yang
Kristen, suami Anda setiap hari mengamati Anda. Dan dia akan meneliti:
terlihatkah kemuliaan Allah di dalam dirinya? Penghargaan tertinggi yang
bisa diberikan oleh seorang laki-laki kepada istrinya adalah dengan
berkata, "Aku melihat kecantikan Kristus di dalam dirinya." Bukannya
setebal apa lipsticknya, seberapa banyak rias mata yang dia pakai,
seberapa banyak bedak yang dia tempelkan di wajahnya. Tahukah Anda bahwa
Anda bisa menjadi sandungan bagi istri Anda? Tahukah Anda bahwa Anda
bisa menjadi sandungan bagi suami Anda? Tahukah Anda bahwa Anda bisa
melukai dia secara rohani?
Untuk
apakah Yesus mati? Yesus mati untuk menguduskan buat dia suatu umat yang
memancarkan kecantikan asli dari Kristus yang tidak merupakan sandiwara;
tidak mengandung kepura-puraan. Karena memang mereka seperti itu adanya.
Dan jika orang lain melihatnya, mereka akan melihat pengungkapan
kemuliaan Kristus. Untuk inilah Kristus telah mati. Dan hati saya sangat
berduka, saudara-saudariku, sangat sedih hati saya jika melihat orang
Kristen yang tidak bertenggang rasa, itu sangat jahat, saat saya melihat
orang Kristen yang bersikap kasar, itu sangatlah jahat. Perbuatan yang
tidak memuliakan Kristus. Jika seorang Kristen yang tidak bisa bekerja
baik, dan Anda minta Anda untuk mengerjakan sesuatu, maka dia akan
merusak seluruh pekerjaan, sangat memalukan! Apakah Anda akan berpikir
bahwa Anda akan memuliakan Allah di hadapan bos Anda ketika dia menyuruh
Anda mengerjakan sesuatu dan Anda malah mengacaukan segalanya? Tentu
saja tidak! Di dalam setiap bidang, kita menghadapi panggilan surgawi
ini, yaitu untuk menyatakan kemuliaan Allah kepada dunia, untuk menjadi
terang dunia! Untuk itulah Kristus mati! Dan entah kita dalam keadaan
hidup atau mati, kita jalani hidup ini demi Yesus. Sungguh indah! Dan
jika kita tidak hidup seperti itu, maka pada hari ini, Kristus telah
mati sia-sia.
3. 2
Korintus 5:15 - Kristus mati supaya Anda hidup untuknya
Sisa dua
ayat berikutnya sangatlah mirip dengan ini. Saya tidak akan mengambil
banyak waktu untuk 2 Korintus 5:15 karena ayat ini menyatakan hal yang
sangat mirip dengan Roma 14:9. Kita akan membacanya dari ayat 14 untuk
mendapatkan konteksnya: Sebab kasih Kristus yang menguasai kami,
karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua
orang, maka mereka semua sudah mati. 15 Dan Kristus telah mati untuk
semua orang - untuk tujuan apa Dia mati bagi semua orang?
- supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.
Mengapa
Yesus mati bagi Anda? Dia mati bagi Anda supaya Anda tidak menjalani
hidup demi diri Anda sendiri lagi. Paulus menyatakan apa yang sudah dia
sampaikan di dalam Roma 14 dengan sangat jelas. Sebelumnya, Anda hidup
untuk diri Anda sendiri, namun sekarang, Anda tidak hidup untuk diri
Anda sendiri lagi. Sebelumya, Anda mengerjakan apa yang Anda inginkan
saja, tapi sekarang, Anda tidak lagi berbuat sesuka hati. Mungkin Anda
tadinya seorang yang pemarah, tetapi sekarang Anda tidak mendapatkan
kemewahan yang semacam itu lagi. Sejak saat ini, karena dia tidak suka
Anda kehilangan kendali, dia lebih suka Anda menjadi baik, maka Anda
menjadi baik demi dia. Dia mati untuk itu. Dapatkah Anda memahami
mengapa dia mati?
Saya
meratap ketika melihat orang-orang Kristen, atau ketika diri saya
sendiri, bersikap tidak tenggang rasa. Saya meratap karena, dengan
demikian berarti, saya sedang menyatakan, "Kritus mati secara sia-sia.
Dia mati supaya saya bisa terlihat indah, tetapi lihatlah sekarang,
betapa buruknya saya! Dia mati supaya saya bisa memancarkan pujian dan
kemuliaan bagi dia, menjadi rajin dan bergemar dalam perbuatan baik,
tetapi lihatlah saya, saya tidak rajin mengerjakan hal-hal itu karena
saya egois." Jika Anda egois, maka Anda tidak akan bergemar dalam
mengerjakan apa yang baik karena melakukan perbuatan baik akan sangat
melelahkan bagi Anda.
Sekarang,
apakah Anda mengerti mengapa saya selalu saja berbicara tentang komitmen
total? Karena itu semua adalah makna dari komitmen total. Makna dari
komitmen total tidak lain adalah hidup demi Yesus setiap saat, setiap
hari. Tak ada hal yang rumit untuk dipahami. Dan itu pula sebabnya
saya berkata kepada Anda, bahwa tanpa komitmen total ini maka Anda tidak
menjadi milik Kristus. Bukti dari kepemilikan Kristus adalah hidup buat
Allah setiap hari.
4. 1
Tesalonika 5:10 - Yesus mati supaya 'kita hidup bersama-sama dengan Dia'
Mari kita
masuk ke kutipan yang terakhir, 1 Tesalonika 5:10. Perhatikan bahwa
Paulus memberikan jawaban yang secara berimbang dan konsisten kepada
setiap jemaat. 1 Tesalonika 5:10, inilah isinya: Yang sudah mati
untuk kita, supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita
hidup bersama-sama dengan Dia. (11) Karena itu nasihatilah
seorang akan yang lain dan saling membangunlah kamu seperti yang memang
kamu lakukan. Yesus telah mati bagi kita, untuk tujuan apa? Supaya,
entah kita mati atau hidup, entah kita sedang terjaga ataupun tidur,
siang mau pun malam, kita menjalani hidup - dan inilah sedikit
perbedaannya dengan ayat-ayat yang lain - tidak sekadar 'untuk dia'
tetapi juga 'bersama-sama dengan dia'. Di sini, ada ungkapan 'hidup
bersama-sama dengan dia', di dalam persekutuan dengan dia. Ada
perkembangan pemikiran di sini - kita 'hidup bersama-sama dengan dia'.
Tahukah
Anda apa artinya 'hidup bersama-sama dengan dia'? Jika Anda tahu apa
artinya hidup bersama dengan orang lain di dalam sebuah apartemen, maka
Anda akan tahu apa artinya 'hidup bersama-sama dengan dia'. Anda bisa
saja hidup untuk orang lain tanpa harus bersama-sama dengan dia. Sebagai
contoh, Anda bekerja untuk bos Anda, akan tetapi Anda tidak tinggal
bersama-sama dengan bos Anda. Hidup bersama dengan seseorang berarti
suatu persekutuan, suatu kebersamaan dengan orang tersebut. Yesus telah
mati supaya kita bisa bersekutu dengannya. Itulah yang disebut dengan
doa! Doa tidak sekadar saat Anda berlutut selama dua atau lima menit.
Doa berarti hidup bersama dengan Yesus. Itulah suatu cara menjalani
kehidupan. Apakah Anda hidup bersama dengan Yesus? Atau apakah doa
merupakan beban buat Anda? Sesuatu yang bersifat formal bagi Anda? Itu
bukanlah doa. Menjalani hidup bersama-sama dengan Yesus, itulah doa.
Ketika Anda menerapkan doa Yesus ke dalam tindakan setiap hari,
menjalani hidup dengan dia, itulah doa. Doa bukanlah gumaman yang keluar
dari mulut Anda, itu bukanlah doa. Doa adalah hal yang keluar dari dalam
hati.
Saya telah
menguraikan tentang firman di Matius 12:30 sebelumnya, yaitu bahwa
tidaklah cukup jika hanya menjadi orang yang mendukung dia, yang
penting adalah bersama-sama dengan dia. Jadi, pertanyaannya
bukanlah apakah Anda mendukung Yesus atau tidak, melainkan apakah Anda
bersama dengan dia atau tidak. Sebagai contoh, katakanlah ada dua
orang yang sedang bertinju di atas ring tinju, mereka bertinju dengan
sangat seru, dan Anda mendukung salah satunya. Anda bersorak bagi orang
ini, "Ayo! Pukul dia! Pukul lebih keras lagi! Tidak! Pakai upper cut
dari sini! Sebelah kiri!" Dan Anda berseru lantang karena Anda mendukung
dia. Dan setip kali orang itu terpukul, hati Anda terasa sakit. Setiap
kali dia memukul lawannya, hati Anda bangkit kembali. Demikianlah, hati
Anda jatuh dan bangun berulang kali. Dan Anda berjingkrak-jingkrak di
kursi Anda sepanjang waktu. Anda mendukung dia, sangat mendukung dia.
Akan tetapi mendukung dia tidak sama dengan bersama-sama dengan dia
karena sekadar mendukung tidak membantu orang itu menjatuhkan lawannya.
Bersama-sama dengan dia berarti
Anda berada di atas ring tinju bersamanya. Sebagai contoh, Anda melihat
ada orang yang sedang diserang di jalanan, dan Anda berkata, "Ayo! Ayo!"
Anda menyemangati dia. Dan hal itu tidak membantu dia sama sekali. Dia
tetap saja diserang. Tetapi bersama-sama dengan dia berarti Anda
masuk ke gelanggang dan mendampinginya. Anda memberinya pertolongan.
Itulah yang disebut bersama-sama dengan dia. Jika ada orang yang
maju berperang, tidaklah cukup sekadar menyemangati dia, "Bagus! Aku
akan memukul genderang! Kamu yang maju berperang! Aku akan menabuh
genderang di sini!" Bersama-sama dengan dia berarti jika dia maju
bertempur, maka Anda juga mengangkat bendera, senjata dan ikut melangkah
di belakangnya, atau di sampingnya. Itulah arti bersama-sama dengan dia.
Kita selalu siap untuk menyemangati orang lain, selama tidak terlalu
banyak menimbulkan pengorbanan bagi kita, bukankah begitu?
Demikianlah, Paulus melangkah lebih maju lagi, menutup jurang antara
ajaran dengan kehidupan sehari-hari: Yang sudah mati untuk kita,
supaya entah kita berjaga-jaga, entah kita tidur, kita hidup
bersama-sama dengan Dia. Kita harus selalu berdiri di sisinya dan
kita terus aktif ikut serta dalam mencapai semuanya bagi kemuliaannya.
Yesus mati
demi sukacita masyarakat yang baru
Jadi, kita
telah melihat jawaban atas pertanyaan tersebut. Mengapa Yesus mati? Saya
harap jawaban ini jelas buat Anda. Janganlah sekadar berkata bahwa dia
mati untuk menyelamatkan saya. Itu hanya satu bagian saja dari
kebenarannya. Jangan sekadar berkata Yesus mati karena dia mengasihi
saya. Itu juga hanya satu bagian dari motivasinya untuk mati. Jawaban
lengkapnya tidak seperti itu. Yang kita bahas adalah mengapa dia mati,
dalam pengertian, apakah rencana dan tujuan kekalnya? Dan kita mendapati
bahwa jawaban yang alkitabiah ini sangat jelas. Dia mati untuk
menguduskan baginya suatu umat kepunyaannya sendiri. Dan karena mereka
adalah miliknya pribadi, maka mereka harus hidup bagi kemuliaan Allah
Bapa setiap saat, setiap hari. Tantangan yang sungguh indah. Dan karena
mereka hidup bagi kemuliaan Allah Bapa, maka orang lain akan tertarik
datang kepada-Nya, orang lain bisa memperoleh hidup yang kekal. Mereka
menemukan terang itu melalui kita. Orang lain tertarik untuk masuk ke
dalam hidup yang baru ini. Hidup yang tidak harus diisi dengan
keegoisan, keangkuhan, dan kebencian untuk bisa mencapai sukses. Ini
adalah hidup yang dijalani sedemikian hingga akan membentuk satu
masyarakat, saling menasehati (sebagaimana yang dikatakan dalam 1 Tes
5:11) dan saling membangun satu dengan yang lain, saling peduli pada
kesejahteraan sesama, membangun masyarakat baru di mana terdapat kasih,
dan keadilan berdiam di sana. Ini adalah visi yang sangat indah!
Dan saya
sampaikan sekali lagi, saat Yesus mati, saat dia menghembuskan nafas
terakhirnya ketika digantung di kayu salib, saya yakin bahwa itu adalah
saat bersukacita [baginya] karena visi ini telah meneguhkannya sampai
dengan saat yang terakhir - yang dengan mengabaikan kehinaan tekun
memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.
Kiranya
hari ini kita bisa memberi Yesus Krstus sukacita yang besar, bukannya
hanya meneteskan air mata atas kematiannya - seperti yang saya katakan,
air mata kita tidak akan pernah cukup - melainkan dengan bangkit dan
berkata, "Tuhan, engkau telah mati untuk tujuan ini. Engkau telah
menjadikan aku sebagai milikmu; Engkau telah membeliku dengan darahmu;
dengan kasih karuniamu, aku akan menjalani hidup demi kemuliaan Allah
Bapa di surga. Aku akan menjalani hidup ini dengan cara yang
menyenangkan Bapa, sehingga ketika engkau mengenangkan lagi kayu salib
dan semua penderitaan yang telah kau lalui, engkau akan bersukacita.
Engkau akan melihat hasil dari jerih payahmu dan bersukacita.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar