Jumat, 08 Februari 2013

Allah, Kejahatan & Penderitaan



Pada saat pelajaran agama di SMA Loyola, Pater Ageng menerangkan tentang kejatuhan manusia dalam dosa yang menimbulkan penderitaan seluruh umat manusia keturunan Adam dan Hawa. Pada saat itu saya menyela dengan satu pertanyaan, "Kalau Allah itu Maha Kuasa, mengapa saat itu Allah tidak membinasakan setan sehingga tidak bisa menggoda Hawa. Jadi umat manusia tidak usah menderita karenanya." Sambil tersenyum Pater Ageng menjawab, "Saya juga tidak tahu ..."
Suatu jawaban telak untuk mengunci semua pertanyaan lanjutan yang sudah saya siapkan untuk memuaskan keingintahuan saya. Saya tidak bertanya lebih lanjut, karena seorang Pater senior telah menjawab dengan sangat bijaksana kepada muridnya, "Saya juga tidak tahu."
Sebetulnya itu adalah pe-er yang ditujukan secara pribadi kepada saya, untuk menggalinya sendiri bertahun-tahun sesudahnya sepanjang hidup saya. Jawaban itu masih saya ingat sampai saat ini, karena saya sudah mulai memahami maksudnya.
Ada masa dimana hubungan saya dekat sekali dengan Tuhan karena merasakan berkat-berkat Tuhan yang nyata. Tuhan memberkati keluarga yang baik, Tuhan memberkati pekerjaan yang baik, Tuhan memberkati tempat pelayanan yang baik, dan semuanya itu baik. Karena itu saya merasakan betapa Tuhan itu baik.
Tetapi pada saat segala sesuatu berjalan tidak sebagaimana yang diharapkan, mulai timbul pertanyaan yang sama dengan masa SMA dulu, "Mengapa Tuhan tidak membinasakan setan sehingga tidak ada penderitaan di dalam hidup saya."
Masalah di kantor yang begitu pelik, istri harus di-kuret beberapa kali, anak dirawat sampai sepuluh kali dalam kurun waktu satu tahun, maupun gereja yang dihancurkan oleh masa yang beringas. Apakah benar Tuhan itu baik? Suatu pertanyaan lazim karena tidak memahami kebaikan Tuhan, seperti Ayub yang mengeluh mengapa harus dilahirkan ke dunia.
Sering kita membaca Alkitab untuk memuaskan keinginan seperti saat mendengarkan kehebatan para pahlawan di Sekolah Minggu. Naaman sembuh dari Kusta setelah mandi 7 kali di sungai Yordan. Sadrakh, Mesakh dan Abednego tidak mempan dibakar. Yusuf berhasil menjadi raja muda di Mesir - ataupun Ayub yang mendapat berkat berlipat ganda setelah penderitaanya.
Itu semua adalah keberhasilan dan berkat yang selalu ingin kita dengar. Tetapi kita sering melewatkan satu bagian yang cukup penting yaitu "saat dimana penderitaan sedang berlangsung".
Bagaimana penglima perang Naaman gusar ketika disuruh mandi di sungai Yordan yang kotor. Apa perasaan Naaman ketika sudah mandi sampai 6 kali tapi penyakitnya belum sembuh. Apakah saat itu dia akan melanjutkan untuk bisa sembuh seperti yang dikatakan Gehazi, pembantu nabi Elisa?
Apa yang dikatakan Sadrakh, Mesakh dan Abednego mendengar tantangan Nebukadnesar. Mereka percaya kalau Allah akan menyelamatkan - tetapi jika tidak bagaimana? Bagaimana jika mereka mati terbakar? Alkitab menulis sebuah keyakinan yang sangat indah : "Tetapi seandainya tidak (kami mati terbakar), hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu." Sungguh sebuah pernyataan iman luar biasa.
Yusuf harus memulai perjalanannya menjadi raja muda di Mesir dengan dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara kandungnya sendiri. Saat itu dia begitu sesak hatinya dan memohon belas kasihan, tetapi tidak dihiraukan oleh semua saudaranya (Kej42:21). Bagaimana ketika berkat baru saja dirasakan di rumah Potifar, tetapi selanjutnya dia harus mendekam di penjara. Bagaimana dia berharap kepada juru minuman raja yang lupa padanya saat bebas dari penjara. Apakah saat itu dia bersyukur bahwa Tuhan itu baik - sementara penderitaan demi penderitaan dia alami.
Bahkan Ayub, seorang yang dipuji Allah karena kesalehannya, sempat mengeluh mengapa dia dilahirkan di dunia saat dia mengalami pencobaan yang sangat berat. Walaupun tidak terucapkan, apakah saat itu dia berpikir Tuhan itu baik?
Itu semua adalah tahapan hidup dari tokoh-tokoh Alkitab yang menjadi pelajaran yang nyata, sehingga akhirnya kita bisa memandang dengan iman akan kasih Tuhan yang begitu ajaib di saat kita tengah bergelut dalam masalah dan penderitaan yang berat. Kita bisa tetap bertahan bergantung pada pertolongan Tuhan dan di tengah pencobaan itu bisa berkata, "Tuhan itu baik."
Alkitab mengatakan Tuhan itu baik, dan segala ciptaannya juga baik adanya serta memberkatinya (Kejadian 1). Tuhan menciptakan manusia untuk bisa bersyukur dan mengasihiNya dengan tulus, sehingga di taman Eden Tuhan meletakkan pohon pengetahuan yang baik dan jahat. Manusia diberi kebebasan dan Tuhan ingin agar dengan kebebasannya manusia memilih untuk menaati perintah Tuhan tidak karena terpaksa. Tetapi manusia lebih memilih mempergunakan kebebasannya untuk mengikuti bujukan setan - sehingga jatuh ke dalam dosa dan menimbulkan penderitaan bagi seluruh umat manusia.
Kejahatan dan penderitaan itu berasal dari pilihan manusia untuk menolak kasihNya. Tuhan mengajar kita untuk tidak menyalahkan orang lain, bahkan setan sekalipun - karena pilihan ada di tangan manusia itu sendiri. Tetapi untuk orang yang mengasihi Tuhan, penderitaan itu diijinkan terjadi untuk membentuk dan menyempurnakan umat pilihanNya agar semakin serupa denganNya. UmatNya tidak dibiarkan sendiri karena Tuhan memberikan Roh Kudus yang memampukan mereka melewati semuanya dengan penuh percaya dan ucapan syukur.
Saat kita berdoa minta kesabaran, kita diperhadapkan dengan orang yang sangat menjengkelkan. Ketika kita berdoa minta diberi hikmat, kita diperhadapkan pada masalah yang sangat pelik. Ketika kita berdoa meminta iman, kita mengalami masalah yang tampaknya diluar kemampuan kita.
Di saat berada di tengah situasi seperti itu, dimana semua pintu di sekeliling kita tertutup; kita bisa mengingat bahwa para hamba Tuhan di Alkitab juga telah mengalami keadaan yang sama, bahkan lebih berat lagi. Kita bisa meletakkan pengharapan seperti mereka untuk memandang Tuhan yang membuka pintu dari atas, sehingga di tengah penderitaan kita bisa berkata, "Tuhan itu baik".
Malam itu saya berada di ruang tunggu ICU, karena istri baru saja dioperasi cesar untuk mengangkat saluran telur yang pecah karena kehamilan di luar kandungan. Saya sendirian di ruang itu menunggu kalau-kalau ada permintaan tindakan medis atau obat yang khusus. Badan letih dan pikiran sangat berat, ketika team diakonia dari gereja datang memberi untuk penghiburan, "Yang sabar ya Pak menghadapi peristiwa ini."
Saya saat itu teringat akan semua pahlawan rohani di Sekolah Minggu dan merasa ada pertolongan dan kasih yang nyata di balik semuanya, sehingga saya mampu untuk menjawab dengan pasti, "Tuhan itu baik".
--------------
(Indriatmo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar